1. Autism
Spektrum Disorder
Gangguan
Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder, ASD) adalah kumpulan kondisi yang diklasifikasikan sebagai gangguan
neurodevelopmental pada DSM-5 (APA, 2013).
Untuk memenuhi diagnosis gangguan spektrum autisme, individu harus menunjukkan
dua tipe gejala, yaitu :
·
Defisit pada ranah komunikasi dan
interaksi sosial.
·
Perilaku, minat, atau aktivitas yang
terbatas dan repetitif
Presentasi klinis dapat bervariasi bagi tiap individu,
yaitu dari ringan sampai parah dan dipersulit oleh terjadinya komorbiditas,
termasuk kejang, gangguan pencernaan, gangguan pendengaran, dan gangguan
kejiwaan. Gangguan ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan.
Gangguan Spektrum Autisme (ASD) merupakan istilah yang
pertama kali digunakan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders versi 5 (DSM-5) yang dirilis Mei 2013. Diagnosis ini meliputi
beberapa diagnosis DSM-IV TR, yaitu gangguan autistik, gangguan asperger,
gangguan disintegratif masa kanak-kanak, dan PDD-NOS. Pada kriteria diagnostik
gangguan spektrum autisme pada DSM-5, komunikasi sosial dan interaksi sosial
tidak lagi terpisah seperti pada DSM-IV TR, tetapi tergabung dalam satu
kategori.
2. Penyebab
a. Genetika
Hasil studi keluarga dan kembar
menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam etiologi autisme dan gangguan
perkembangan pervasif lainnya. Penelitian telah secara konsisten menemukan
bahwa prevalensi autisme pada saudara
kandung dari anak-anak autis adalah sekitar 15 sampai 30 kali lebih besar dari
tingkat pada populasi umum. Tampaknya tidak
ada gen tunggal yang dapat menjelaskan autisme. Sebaliknya, tampaknya ada
beberapa gen yang terlibat, yang masing- masing merupakan faktor risiko untuk
komponen dari gangguan spektrum autisme.
Kembar monozigot menunjukkan tingkat
kesesuaian yang lebih tinggi untuk ASD daripada kembar dizigot, tetapi studi
individu bervariasi dalam derajat dilaporkan konkordansi, yang berkisar dari
36% - 92%. Risiko ASD untuk masing-masing anak juga lebih tinggi jika kakak
memiliki ASD, terutama jika ada beberapa saudara yang lebih tua dengan gangguan
tersebut.
b. Pengobatan
Tujuan
pengobatan adalah untuk meningkatkan kemandirian fungsional dan kualitas hidup
melalui; (i) pembelajaran dan pengembangan, meningkatkan keterampilan sosial,
dan meningkatkan komunikasi; (ii) penurunan kecacatan dan komorbiditas; (iii)
bantuan untuk keluarga.
c. Terapi
Non Farmakologis
· Intervensi oleh praktikan, termasuk intervensi berbasis Applied Behavioral Analysis (ABA) bisa menurunkan beberapa gejala.
· Intervensi
oleh orang tua dapat mengurangi beberapa gejala ASD.
· Intervensi
berbasis permainan dan interaksi bisa memperbaiki rentang gejala
· Terapi pijat mungkin meningkatkan
komunikasi dan mengurangi keparahan gejala pada anak-anak dengan ASD (level 2 [mid-level] evidence).
· Terapi musik dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi pada anak dengan ASD (level
2 [mid-level] evidence).
· Terapi vokasional dapat meningkatkan
keberhasilan kerja (level 2 [mid-level] evidence).
· Kelas
prasekolah khusus mengintegrasikan anak-anak dengan dan tanpa ASD dapat memperbaiki beberapa gejala
(level 2 [mid-level] evidence).
· Pengobatan
hiperbarik (mungkin meningkatkan fungsi untuk anak autis (level 2 [mid-level]
evidence), tetapi luaran lebih 4 minggu belum
ditegakkan.
· Terapi non-farmakologis
tanpa bukti yang mendukung khasiat termasuk akupunktur, selimut tertimbang,
biofeedback elektroensefalografik, dan pelatihan integrasi pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Association, A.P. (2013). Diagnostic and statustical manual of mental disorders. America
Erford, B. T. (2017). 40 TEKNIK Yang Harus Diketahui Setiap Konselor edisi kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Maramis,W.F & Maramis, A.A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi Kedua). Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR, Airlangga University Press
Purwanta, E. (2015). Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Widyorini, E.,Harjanta, G & Sumijati, S.(2014). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang : Universitas
0 komentar:
Posting Komentar