A. PENGERTIAN RELIGIUSITAS
Ada beberapa istilah dari kata agama, diantaranya
religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin) dan
dien (Arab). Dua kata agama, dalam bahasa religion (Inggris) dan religie
(Belanda) merupakan bahasa induk dari kedua asal bahasa tersebut, yaitu Latin
“religio” dari akar kata “relegare” yang memilikiarti mengikat. Dalam Faisal
Ismail, menurut Cicero, relegare berarti melakukan suatu perbuatan yang penuh
dengan penderitaan, yaitu jenis perilaku peribadatan yang dikerjakan secara beruang-ulang
dan tetap. Lalu Lactancius mengartikannya sesuatu yang mengikat menjadi satu
dalam pertemuan bersama.[1]
Dalam bahasa Arab agama terkenal dengan kata al-din
dan al-milah. Kata al-din sendiri memiliki banyak arti. Al-din disini bisa
berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al-dzull
(kehinaan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan),
al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan (kekuasaan dan pemerintahan),
al-tadzallulwa al-khudu (tunduk dan patuh), altha’at (taat), al-islam al-tauhid
(penyerahan dan mengesakan Tuhan).[2]
Sedangkan menurut Hadikusuma dalam Bustanuddin Agus,
agama merupakan sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan sebagai petunjuk umat (hamba
Tuhan) ketika menjalani kehidupan di bumi.[3] Dari istilah agama,
munculah apa yang dinamakan religiusitas. Religiusitas adalah seberapa jauh
pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah
serta seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut.[4]
Religiusitas adalah perilaku yang merupakan perwujudan
berdasarkan pada keyakinan hati dan keterikatan kepada Tuhan berupa
peribadatan, serta segala norma yang mengatur keterikatan kepada Tuhan,
hubungan antar manusia, dan hubungan dengan lingkungan
yang terinternalisasi dengan manusia.[5]
Glock & Stark merumuskan bahwa religiusitas
merupakan bentuk dari komitmen agama yang dapat dilihat melalui perilaku
seseorang yang bersangkutan dengan keagamaan atau keimanan yang diyakininya.
Religiusitas bisa di artikan dari seberapa tingkat pengetahuan, seberapa kokoh
keyakinan, seberapa rajinnya pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan
agama yang dianut individu. Khususnya bagi orang muslim, religiusitas dapat
dilihat dari seberapa jauhnya pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatannya
terhadap agama Islam.[6]
Religiusitas merupakan suatu kesatuan unsur yang
komperhensif, lalu menjadikan seseorang yang beragama bukan hanya sekedar
mengaku memiliki agama saja. Religiusitas meliputi beberapa unsur yaitu
meliputi pengetahuan agama, pengalaman agama, perilaku agama, dan sikap sosial
keagamaan. Dalam agama Islam, religiusitas pada garis besarnya yang dinampakkan
adalah pengalaman akidah, syari‟ah dan akhlak. Atau dengan kata lain seperti
iman, islam dan ihsan. Apabila semua unsur tersebut dimiliki oleh orang
tersebut, maka bisa dikatakan bahwa orang itu merupakan insan yang beragama
sesungguhnya.
B. DIMENSI RELIGIUSITAS
Disebutkan dalam Q.S
Al-Baqarah ayat 208, Allah SWT berfirman yang artinya :
“Wahai orang-orang yang
beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti
langkah-langkahan setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”[7]
Allah SWT
memerintahkan orang beragama secara menyeluruh, dan tidak setengah-setengah.
Arti menyeluruh dalam ayat tersebut adalah ketika dalam beraktifitas dalam
sehari-hari kita harus islam segala aspeknya seperti ketika sedang berfikir
tentang sesuatu, berperilaku kapanpun dimanapun dan bekerja entah apapun
pekerjaan itu. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud beribadah dari pelaksanaan
keimanan kita kepada Allah SWT.
Menurut R. Stark
dan C.Y. Glock[8]
yang telah dikutip oleh Fuad Nashori, mereka menyebutkan ada lima dimensi yang
dapat dibedakan, dan di dalam setiap dimensi terdapat beraneka ragam kaidah dan
unsur-unsur lainnya, diantaranya ialah sebagai berikut :[9] :
a. Dimensi
Akidah (Ideologi)
Dimensi akidah berisi tentang beberapa pengharapan orang religius yang berpegang teguh pada pandangan ajaran dan mengakui kebenaran-kebenaran ajaran tersebut. Inti dari dimensi akidah dalam ajaran Islam adalah tauhid. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dan para penganut diharapkan untuk taat. Misalnya memercayai tentang adanya Tuhan, Malaikat, kitab-kitab, Nabi dan Rasul serta hari akhir, surga neraka dan yang lain sebagainya seperti hal yang bersifat gaib seperti yang telah diajarkan oleh agama.
b.
Dimensi Ibadah (Ritual)
Ciri yang nampak dari religiusitas seorang muslim ialah perilaku ibadahnya terhadap Allah SWT. Dimensi ibadah ini dapat diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang ketika mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah yang diperintahkan oleh agamanya. Dimensi ibadah berkaitan dengan frekuensi, intensitas, dan elaksanaan ibadah seseorang. Dimensi praktek dalam agama Islam berupa menjalankan ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya.[10]
c. Dimensi Akhlak (Amal
Dimensi ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan agama. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia dengan manusia yang lain serta manusia dengan lingkukan sekitarnya, seperti bersifat ramah dan baik terhadap orang lain, memperjuangkan kebenaran dan keadilan, saling menolong, disiplin menghargai waktudan lain sebagainya.[11]
d. Dimensi Ihsan (Penghayatan)
Ketika manusia sudah memiliki keyakinan
yang tinggi serta melaksanakan ajaran agamanya secara optimal, maka dicapailah
situasi ihsan. Dimensi ini berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa
dekat dan dilihat oleh Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi ini
mencakup pengalaman dan perasaan dekat dengan Allah SWT, perasaan nikmat dalam
melaksanakan ibadah, merasakan pernah diselamatkan oleh Allah, perasaan do‟a
yang didengar oleh Allah, tersentuh atau tergentar ketika mendengar asma-asma
Allah SWT dan bersyukur akan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.[12]
e.
Dimensi Ilmu (Pengetahuan)
Dimensi pengetahuan
merupakan dimensi pengetahuan dalam agama, yang menerangkan seberapa jauh
tingkat pemahaman dan pengetahuan agama seseorang terhadap ajaran-ajaran
agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci atau yang lainnya. Paling tidak
orang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok tentang dasar keyakinan dari
agamanya.
Dimensi ini mengacu pada
harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki jumlah minimal
pengetahuan mengenai dasar keyakinan. Dimensi keyakinan dan pengetahuan
berkaitan satu sama lain karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah
syarat bagi penerimanya. Dimensi tersebut menunjukkan dalam agama Islam
menunjuk seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran
agama Islam terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana yang termuat
dalam kitab suci.[13]
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIGIUSITAS
Robert H. Thoules mengemukakan ada empat faktor religiusitas yang
dikategorikan dalam kelompok utama, yang dimasukkan kedalam kelompok utama
yaitu diantaranya :
a. Faktor sosial yang meliputi perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orangtua, tradisi-tradisi sosial dan tekanan yang ada
di lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat yang ada
serta sikap dan norma yang disepakati oleh lingkungan sekitar.
b. Faktor lain yaitu pengalaman pribadi atau suatu kelompok pemeluk agama. Dan pengalaman konflik moral serta pengalaman batin emosional yang
terikat secara langsung dengan Tuhan atau dengan sejumlah wujud lain pada sikap
keberagamaan juga dapat membantu dalam memperkembangan keberagamaan manusia.
c. Faktor kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan sempurna, sehingga
terjadi adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Segala kebutuhan
tersebut dikelompokkan dalam empat bagian diantaranya seperti kebutuhan akan
selamat, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan
kebutuhan yang muncul karena adanya kematian.[14] Menurut Zakiah Darajat
yang dikutip oleh Jalaluddin juga menengahkan bahwa ada enam kebutuhan yang
bisa menjadi sebab orang membutuhkan agama. Jadi melalui agama, segala kebutuhan
tersebut dapat disalurkan. Kebutuhan itu merupakan kebutuhan akan rasa kasih
sayang, akan rasa aman, akan rassa harga diri, akan rasa bebas, rasa sukses dan
ingin tahu terhadap sesuatu.[15]
d. Faktor terakhir yaitu ketika mengembangkan sikap keberagamaan. Manusia merupakan makhluk berfikir dan berakal. Salah satu akibat dari pemikirannya adalah bahwa manusia dapat membantu dirinya menentukan keyakinan iman yang harus ia terima dan mana keyakinan iman yang seharusnya di tolak.
Terdapat macam-macam faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi
keberlangsungan religiusitas manusia, dan itu semua memang haruslah diatur
dengan sedemikian rupa agar keberlangsungan beragama manusia berjalanan dengan
baik sesuai dengan apa yang telah ada dalam ajaran agama.
[1] Dadang
Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.
13.
[2] Ibid.,
13
[3]
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hlm 29.
[4] Iredho
Fani Reza, ReligiusitasHubungan Antara Religiusitas dengan Moralitas pada
Remaja di Madrasah Aliyah, Jurnal Humanitas, Vol. X, No. 2, Agustus 2013,
hlm. 49
[5] Rahman, Perilaku
Religiusitas dalam Kaitannya Dengan Kecerdasan Emosi Remaja, Jurnal
Al-Qalam, vol. 15, Tahun 2009, hlm. 23.
[6] Fuad
Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam
Perspektif Psikologi islam, (Yogyakarta : Menara Kudus, 2002), hlm.
71.
[7] Departmen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Darus Sunnah,
2007), hlm. 33.
[8] Roland
Robertson, ed., Agama : dalam analisa dan interpretasi sosiologis, (Jakarta
: CV Rajawali, 1988), hlm. 295 – 297.
[9] Fuad
Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam
Perspektif Psikologi islam, (Yogyakarta : Menara Kudus, 2002), hlm. 78 –
82.
[10] Ibid.,
hal 79
[11] Ibid.,
hal 80
[12] Ibid,
hal 81
[13] Ibid.,
hal 82
[14] Sururin,
Ilmu Jiwa Agama,... hlm. 79.
[15] Jalaluddin,
Psikologi Agama..., hlm. 60 – 61.
0 komentar:
Posting Komentar