Senin, 14 Juni 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang tak pernah berhenti member segala nikmat-Nya. Sholawat serta salam tak lupa, tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar SAW yang telah membawa kita ke jalan yang lurus, jalan yang terang benderang yaitu Addinul Islam. Ucapan syukur termat dalam kami sampaikan kepada Allah SWT, yang telah member segala kemurahan-Nya untuk kami, sehingga dapat mentelesaikan tugas makalah Civic Education ini tanpa suatu halangan yang berarti.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Ibu Siti Azizah, S.Ag. , yang telah membimbing kami sehingga kami dapat melaksanakan tugas yang beliau berikan kepada kamisebagai tugas praktik, materi yang akan dibahas nantinya. Dengan adanya tugas ini membuat kami jadi lebibuat kami jadi lebih mnguasai materi, lebih paham, dan menjiwai sebagai rakyat bangsa Indonesia, yang Insya Allah dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Amin…..
Kami ucapkan juga terima kasih kepada seluruh teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam membantu menyelesaikan tugas makalah Civic Education ini. Kami mohon maaf apabila masih ada banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, dikarenakan semua di dunia tak ada yang sempurna, kecuali Allah semata. seurangan dalam penyusunan makalah ini, dikarenakan semua di dunia tak ada yang sempurna, kecuali Allah semata. Semoga bermanfaat bagi semua.

Surabaya, 11 April 2010

Penyusun





BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi Civil society
B. Ciri – Ciri atau Karakteristik dari Masyarakat Madani
C. Masyarakat Madani Di Indonesia
D. Masyarakat Madani dalam Islam

BABB III. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Negara Indonesia yang telah merdeka ratusan tahun yang lalu, memberikan banyak PR bagi rakyat Indonesia. Masius, beih banyak yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah gugur. Cita-cita bangsa, cita-cita para pahlawan yang telah gugur, membuat generasi penerus, khususnya generasi muda saat ini untuk belajar lebih serius, bekerja lebih keras untuk membuat bangsa ini, Bangsa Indonesia menjadi lebih maju, maju, dan maju dan tentunya untuk mengejar ketinggalan dengan bangsa lain.
Pembenahan dalam segala bidang itu tak cukup hanya dengan semangat, tetapi penjiwaan di dalam hati mempraktikan, pedoman bangsa Indonesia yaitu Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Banyak yang harus dipelajari oleh generasi muda saat ini, terutama mahasiswa di bangku kuliah, tentang Pendidikan Kewarganegaraan, tentang falsafah negara, begitu juga tentang masyarakat Indonesia itu sendiri. Silabi yang sudah disediakan untuk mahasiswa semester dua, adalah mempelajari banyak pokok bahasan tentang Civil Society. Mempelajari tentang masyarakat sipil, yang perlu dipelajari oleh mahasiswa, selain mereka harus mempelajari pokok bahasan konstitusi, demokrasi, identitas nasional, otonomi daerah, dan masih banyak lagi.
Tentunya ini semua dipelajari untuk agar generasi muda dapat mengetahui pengetahuan tentang Kewarganegaraan agar dapat lebih menjiwai sebagai warga negara Indonesia dan dapat mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari guna meneruskan cita-cita para pahlawan yang telah gugur untuk memaukan bangsa Indonesia menjadi maju, dan tidak tertindas oleh bangsa-bangsa yang lain.
Makalah Civic Education kali ini akan membahas tentang pokok bahasan Civil Society. Banyak yang akan dijelaskan di sini. Semoga bermanfaat bagi semua.



B. Rumusan Masalah

1. Definisi dari “Civil Society”, serta sejarah singkat dari civil society.
2. Karakteristik dari Civil Society atau masyarakat Madani.
3. Msyarakat Madani di Indonesia.
4. Masyarakat Madani atau Civil Society dalam Islam.



C. Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui apa itu Civil Society.
2. Untuk dapat mengetahui papa saja cirri-ciri atau karakteristik dari Civil Society.
3. Untuk dapat mengetahui keberadaan Civil Society atau Masyarakat Madani di Indonesia.
4. Untuk dapat mengetahui Masyarakat Madani dalam Islam itu seperti apa.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Civil Society

Masyarakat madani ( civil society ) pada mulanya merupakan sebuah konsep filsafat berkenan dengan system kenegaraan. Secara historis, konsep ini bermula dari pemikiran Aristoteles yang kemudian di kembangkan oleh Marcus Tullius, seorang filosof Romawi Kuno ( 106 – 43 ). Ia memunculkan istilah societies civilizes, sebuah komunitas yang mendominasi komunitas lain dalam konsep negara kota. Konsep kenegaraan ini dimaksudkan untuk mengggambarkan kerajaan kota dan bentuk korporasi lainnya sebagai kesatuan yang teroganisir. Dalam tradisi Eropa, hingga abad XVIII, pengertian Civil Society dianggap memiliki pengertian sama dengan pengertian negara ( the state ), yaitu suatu kelompok yang menguasai kelompok lain. Dengan demikian, konsep civil society berasal dari dunia barat, tepatnya berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami transformasi dari kehidupan feudal menuju kehidupan masyarakat industry kapitalis.(1)
Terjemahan civil society menjadi masyarakat madani, pertama kali dikemukakan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim untuk mensifati masyarakat yang sudah memiliki peradaban maju, istilah madani sendiri mempunyai hubungan yang erat dengan istilah tamadun atau peradaban. Dengan demikian, civil society atau masyarakat madani bisa diartikan sebagai kota peradaban atau masyarakat kota, suatu masyarakat yang beradap, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, penegakan nilai-nilai demokrasi, dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.(2)


SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT MADANI

Untuk memahami masyarakat madani terlebih dulu harus dibangun paradigm bahwa konsep masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan ia merupakan sebuah wacana harus dipahami sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, untuk memahaminya haruslah dianilisis secara historic.
Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacan masyarakat madani dapat diruntut melalui dari Cicero sampai pada Antonio G’amsci dan de’ Tocquiville. Bahkan menurut Mafred Ridel, Cohen dan Aroto serta M.Dawam Rahardjo(3), wacana masyarakat madani ini sudah mengemuka pada masa Aristoteles, seperti yang sudah disebutkan di awal pembahasan.

1. Pada masa Aristoteles ( 384 – 322 ), “ masyarakat madani dipahami sebagai system kenegaraan dengan menggunakan istilah koninonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai peraturan ekonomi politik dan pengambilan keputusan”.

2. Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullis Cicero ( 106 – 43 ) dengan istilah societies civilizes, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep negara kota ( city – state ), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisir.

3. Selanjutnya konsepsi masyarakat madani yang eksentuasinya pada system kenegaraan ini dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes ( 1588 – 1679 ) dan Jhon Locke ( 1632 – 1704 ) selain Aristoteles dan Marcus Tullius Cicero. Menurut Hobbes, masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak, agar mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi ( previl politik ) setiap warga negara. Sementara menurut John Locke, kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara. Konsekuensinya adalah, masyarakat madani tidak boleh absolute dan harus membatasi perannya dalam wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proporsional.

4. Pada tahun 1767, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Adam Fergusson. Ia menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industry dan munculnya kapatilisme, serta mencoloknya perbedaan antara public dan individu.

5. Pada tahun 1792, berbeda dengan aksentuasi wacana masyarakat madani sebelum-belumnya. Thomas Pane ( 1737 – 1803 ) berpendapat masyarakat madani adalah ruang di mana warga dapat mengembangkan kepribadian dan member peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.(4)

6. Perkembangan civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel ( 1770 – 183 M ), Karl Marx ( 1818 – 1883 ) dan Antonio Gramsci ( 1891 – 1837 M ). Wacana masyarakat madani yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan pada masyarakat madani sebagai elemen ideology kelas dominan. Pemahaman ini lebih merupakan sebuah reaksi dari model pemahan yang dilakukan oleh Pane ( yang menganggap masyarakat madani sebagai bagian terpisah dari negara ). Menurut Hegel masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari negara. Pemahaman ini, menurut Ryas Rasyid, erat kaitannya dengan fenomena masyarakat berjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan diri dari dominasi negara.

7. Periode berikutnya, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Alexis de’ Toquiville ( 1805 – 1859 M ). Masyarakat madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Bagi de’ Toquiville, kekuatan politik dan masyarakat madanilah yang menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan. Dengan terwujudnya pluralisme kemudian dan kapitalis politik di dalam masyarakat madani, maka warga negara akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.(5)

Gagasan tentang masyarakat madani kemudian menjadi semacam landasab ideologis untuk membebaskan diri dari cengkraman negara yang secara sistematis melemahkan daya kreasi dan kemandirian masyarakat.(6)


B. Ciri – Ciri atau Karakteristik dari Masyarakat Madani

Adapun ciri-ciri dari civil society atau masyarakat madani adalah antara lain :
1. FREE PUBLIC SPHERE
2. DEMOKRATIS
3. TOLERAN
4. PLURALISME
5. KEADILAN SOSIAL ( SOCIAL JUSTICE )

Yang dimaksud dengan free public sphere adalah adanya ruang public yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang public yang bebaslah individu dalam posisinya setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi ( memutar balikkan fakta ) dan kekhawatiran.
Kemudian yang dimaksud dengan demokratis adalah merupakan suatu etintas ( langkah ) yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, di mana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Selanjutnya yang dimaksud toleran adalah merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan mnghormati ( aktivitas ) yang dilakukan oleh orang lain.(7)
Adapun yang dimaksud dengan pluralism adalah sebagai prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Maka pluralism harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari – hari.(8)
Dan yang terakhir adalah keadilan sosial ( social justice ). Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.


C. Masyarakat Madani Di Indonesia

Berbicara mengenai kemungkinan berkembangya masyarakat di Indonesia selain berkembang dan berasal dari kawasan Eropa Barat, ternyata perkembangan masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus – kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum (9). Kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga – lembaga non pemerintah yang mempunyai bagian dari social control. Sejak zaman order lama dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai contra revolusi. Fenomena tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan public dalam mengeluarkan pendapat.
Sampai pada masa ORBA pun pengekangan demokrasi dan penindasan HAM tersebut kian terbuka seakan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh siapapun bahkan untuk segala usia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai contoh kasus yang pada masa ORBA berkembangan. Misalnya kasus pembrendelan lembaga pers, seperti AJI, DETIK, dan TEMPO. Fenomena ini merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya di muka umum, apalagi ini dilakukan pada lembaga pers yang nota bene memiliki fungsi sebagai bagian dari social control dalam menganalisa dan mensosialisasikan berbagai kebijakan yang betul – betul merugikan masyarakat.
Selain itu, banyak terjadi pengambil alihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga merupakan bagian dari penyelewengan dan penindasan HAM, karena hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipakasa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alas an pembangunan yang sebenarnya bersifat semu. Di sisi lain pada era ORBA banyak terjadi tindakan – tidakan anarkhisme yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Hal ini slah satu indikasi bahwa di Indonesia pada saat itu tidak dan belum mnyadari pentingnya toleransi dan semngat pluralism.(10)
Munculnya wacana civil society di Indonesia sendiri banyak disuarakan oleh kalangan tradisionalis ( termasuk NU ), bukan oleh kalangan modernis. Hal ini bisa dipahami karena pada masa tersebut, kalangan tradisionalis adalah komunitas yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam negara. Di kalangan tradisionalis dikembangkan wacana civil society yang dipahami sebagai masyarakat non – negara dan selalu tampil berhadapan denga negara. Kalangan muda tradisionalis begitu keranjingan dengan wacana civil society, dengan mendirikan berbagai basis organisasi keislaman.(11)
Melihat itu semua, maka diperlukan pengembangan masyarakat dengan menerapakan strategi pemberdayaan sekaligus agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara optimal. Dalam hal ini, menurut Dawam ada tiga strategi yang slah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia :

1. Strategi yang lebih mementingkan integerasi nasional dan politik.
2. Strategi yang lebih mngutamakan reformasi system politik demokrasi.
3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kea rah demokratisasi

Untuk mewujudkan ketiga model strategitersebut menurut AS.Hikam, perlu dipikirkan prioritas – prioritas pemberdayaan dengan cara memahami target – target grup yang paling strategis penciptaan pendekatan – pendekatan yang tepat di dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu, maka keterlibatan kaum cendikiawan, LSM, ormas sosial dan keagamaan serta mahasiswa adalah mutlak adanya, karena mereka yang memiliki kemampuan dan sekaligus actor pemberdayaan tersebut.(12)


D. MASYARAKAT MADANI DALAM ISLAM

Civil society yang lahir di barat di islamakan menjadi masyarakat madani, yaitu suatu kondisi masyarakat kota Madinah bentukan Nabi Muhammad SAW, di mana kehidupan masyarakat Madinah saat itu sangat menjunjung tinggi prinsip – prinsip civil society yang lahir dari barat.(13)
Dalam pandangan Gus Dur, islam sebagai agama universal tidak mengatur bentuk negara yang terkait dengan konteks ruang dan waktu sehinggga Nabi Muhammad SAW sendiri tidak menanamkan sebagai kepala negara islam dan Nabi tidak melontarkan ide suksesi yang tentunya sebagai prasyarat bagi kelangsungan negara. Walauppun nabi telah melakukan revolusi dalam masyarakat arab, tetapi ia sangat menghormati tradisi dan memperbaharuinya secara bertahap sesuai dengan psikologi manusia karena tujuannya bukanlah menciptakan orde baru, tapi untuk mendidik manusia dalam mencapai keselamatan terwujudnya kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan.(14)
Selain itu Nabi Muhammad juga terbuka terhadap peradapan lain, di samping sifat univerasalisme. Dalam islam sendiri terdapat lima jaminan dasar dalam pengembangan peradaban, yaitu :

1. Keselamatan fisik warga masyarakat dari tindakan badani di luar tindakan hukum.
2. Keselamatan keyakinan agama masing – masing, tanpa adanya paksaan untuk berpindah agama.
3. Keselamatan keluarga dan keturunan.
4. Keselamatan harta benda dan milik pribadi di luar prosedur hukum.
5. Keselamatan profesi

Nabi Muhammad SAW telah menampilkan peradaban islam yang cosmopolitan dengan konsep umay yang menghilangkan etnis, pluralitas budaya, dan heterogenitas politik. Peardaban islam yang tercapai bila tercapai keseimbangan antara kecenderungan normative kaum muslimin dan kebebasan berpikir semua warga masyarakat.
Dunia islam melakukan penyetaraan utnuk menunjuk, bahwa di satu sisi, islam mempunyai kemampuan untuk diinterpretasikan yang sesuai dengan perkembangan zaman, dan di sisi lain, masyarakat ideal produk islam yang bisa dipersaingkan dengan konsep civil society.(15)
Istilah “ Masyarakat Madani “ ini banayk digunakan oleh kalangan cendikiawan Muslim di Indonesia. Sebagian cendikiawan non – muslim juga sering memakai istilah itu. Cendikiawan muslim pengguna istilah “ Masyarakat Madani “ umumnya berlatar “ islam modernis “, sedangkan kaum cendikiawan muslim dengan islam berlatar “ islam cultural “ umumnya memilih istilah “ masyarakat sipil “ atau “ civil society “.(16)



INDEKS

1. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag, Civic Education pendidikan keawarganegaraan perspektif islam ( Bandung : Benang Merah Press, 2004 ) hal.107

2. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag, Civic Education pendidikan keawarganegaraan perspektif islam ( Bandung : Benang Merah Press, 2004 ) hal 108

3. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.242

4. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.243

5. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.245

6. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.246

7. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.248

8. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.249

9. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.256

10. Dede Rosyada dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani ( Jakarta Timur : Prenada Media, 2000 ) hal.257





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Civil society mempunyai banyak nama lain, nama civil society ini sendiri berasal dari dunia barat tepatnya berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat eropa barat. Yang mengalami tranformasi dari kehidupan feodal menuju masyarakat barat yang modern.

Sedangkan, istilah civil society menjadi masyarakat madani, pertama kali dikemukakan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim untuk mensifati masyarakat yang sudah memiliki peradapan maju.

Dengan demikian civil society atau masyarakat madani bisa diartikan sebagai kota peradapan atau masyarakat kota, suatu masyarakat yang beradab, yang menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan, penegakan nilai – nilai demokrasi dan penghormatan terhadap hak – hak asasi manusia.

Adapun sejarah singkat dari civil societyini ini adalah berawal dari perkembangan wacana masyarakat madani yang diungkapkan oleh :

• Aristoteles ( 384 – 322 SM )
• Marsus Tullius Cicero ( 106 – 43 SM )
• Thomas Holbes ( 1588 – 1679 M )
• John Locke ( 1632 – 1704 M )
• Adam Fergusson ( 1767 )
• Thomas Paine ( 1737 – 1803 )
• G.W.F Hegel ( 1770 – 1831 M )
• Karl Marx ( 1818 – 1883 M )
• Alexis de’ Touqueville ( 1805 – 1859 M )

2. Jadi cirri – ciri civil society adalah :
• Free public sphere / adanya ruang public yang bebas untuk mengemukakan pendapat, terutama berkaitan dengan kepentingan public.
• Demokratis ( penegakan demokratis ).
• Toleran ( sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain ).
• Pluralisme ( prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani ).
• Keadilan sosial ( social justice ).

3. Masyarakat madani di Indonesia itu adalah pada mulanya di awali dengan kasus – kasus pelanggaran HAM. Pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum. Dapat dikatakan masyarakat madani sukar tumbuh dan berkembang di Indonesia pada masa Orba. Muncul wacana civil society di Indonesia banyak disuarakan oleh kalangan tradisionalis seperti dari kalangan NU.

4. Civil society, yang lahir di barat di Islamkan menjadi masyarakat madani, yaitu suatu kondisi masyarakat kota madinah bentukan nabi Muhammad SAW, di mana kehidupan masyarakat madinah saat itu menjunjung tinggi prinsip – prinsip dalam civil society yang lahir dari barat.





DAFTAR PUSTAKA


Culla, Adi Suryadi. 2006. Rekrontruksi Civil Society Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.

Ghazali, Adeng Muchtar. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif Islam. Bandung : Benang Merah Press.

Rosyada, Dede. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta Timur : Prenada Media.

Trianto dan Titik Triwulan Tutik. 2007. Falsafah Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Prestasi Pustaka.


0 komentar:

Posting Komentar