Rabu, 29 September 2010


METODE DALAM PSIKODIAGNOSTIK


            Dalam bab ini kita akan membahas tentang metode dalam psikodiagnostik. Secara garis beras metode dalam psikodiagnostik dibagi menjadi 2, yaitu metode secara umum dan khusus. Secara umum terdapat nmetode observasi, angket dan wawancara. Secara khusus terdapat metode biografi/riwayat hidup dan test. Selain itu kita juga akan membahas metode-metode lainnya yang berhubungan dengan psikodiagnostik. Yakni :


A.    Metode Observasi

            observasi adalah kegiatan mengenali tingkah laku individu yang biasanya akan diakhiri dengan mencatat hal-hal yang dipandang penting sebagai penunjang informasi mengenai klien.
            Atau, metode observasi adalah metode serba sengaja dan sistematis mengamati aktivitas individu lain.
Pendekatanyang sistematis dalam observasi dikelompokkan berdasarkan pertanyaan ini;
·         Di mana observasi dilakukan?
·         Apa yang diobservasi?
·         Bagaimana observasi dilakukan?
·         Bilamana observasi dilakukan?

            Mengenai dimana observasi dilakukan berhubungan dengan masalah situasi observasi,di golongkan menjadi 3 macam, yakni :
1.      Observasi medan atau alamiah (field setting). Yakni observasi di lapangan atau kancah atau di tempat yang sesungguhnya.
2.      Observasi simulative (simulated setting). Yakni observasi dengan simulasi situasinya. Artinya, situasi observasi bila individu mendapat suatu simulasi (tiruan) atau rangsangan untuk memperoleh tingkah laku tertentu.
3.      Observasi laboratoris (laboratory setting). Ialah observasi dengan situasi laboratorium, sehingga situasinya dapat dikendalikan sepenuhnya oleh observer.

            Masalah apa yang diobservasi berhubungan dengan tingkah laku yang mana yang akan diamati dan dicatat oleh observer. Untuk keperluan ini ada dua jenis observasi, ialah :
1.      Observasi sampel peristiwa (even-sampling), yakni hanya mengamati mengamati beberapa sampel tingkah laku pada saat tertentu.
2.      Observasi sampel waktu (time sampling), yakni mencatat dan mengamati apa saja yang dilakukan individu dalam waktu tertentu.

            Selanjutnya mengenai bagaimana observasi itu dilakukan, maka dilihat dari posisi observer dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni :
1.      Observasi non-partisipan, disini posis observer sebagai penonton,  semacam ada di luar objek yang diamati. Observer tidak ikut serta dalam kegiatan individu yang di observasi. Observasi benar-benar berfungsi sebagai penonton, pengamat dan mencatat tingkah laku yang diobservasi. Atau bisa dikatakan juga, observasi di mana sipenyelidik (observer) tidak ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh yang diobservasi. Jadi si penyelidik berlaku sebagai penonton.[1]
2.      Observasi partisipan, di sini posis observer turut serta dalam kegiatan individu yang diobservasi. Cara ini untuk memperoleh tingkah laku individu yang alamiah atau wajar, tidak dibuat-buat, tidak dilandasi oleh rasa curiga atau rasa sedang diamati. Atau, observasi dimana si penyelidik ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh subyek yang diselidiki. Jadi disini si penyelidik tidak berlaku sebagai penonton, melainkan sebagai pelaku atau peserta.[2]
3.      Observasi dalam situasi eksperimental, pada dasarnya eksperimen adalah dengan sengaja menimbulkan gejala tertentu untuk dapat diobservasi. Kecuali penimbulan gejala dengan sengaja itu di dalam situasi eksperimental hal-hal yang harus diobservasi itu banyak kali telah dipilih/ditentukan. Pengembanagn metode ini makin lama makin intensif karena ternyata memang sangat beasr kegunaannya.

            Jika dilihat dari segi pencatatan hasil-hasil observasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1.      Observasi dengan pencatatan langsung ( immediate recording ), artinya segera setealah observasi dilakukan atau ketika pengamatan sedang berlangsung , observer membuat catatan-catatan yang diperlukan.
2.      Observasi dengan pencatatan retrospektif ( retrospective recording ), yaitu pencatatan setelah observasi selesai.

            Secara ringkas metode observasi dalam psikodiagnostik dapat dikatakan bahwa umunya sebagai pelengkap atau pengontrol bagi metode-metode yang lain, namun kadang-kadang peranannya begitu menonjol, sehingga dapat bersifat menentukan.

B.     Metode Angket

            Metode angket dan wawancara mempunyai persamaan dasar, yaitu keduaduanya mendasarkan diri kepada data yang berwujud laporan (verbal report) dari subjek yang diselidiki. Laporan itu dapat berbentuk tertulis (pada angket), dapat pula berbetuk lisan (pada wawancara). Karena kesamaan yang demikian itu, maka di sini kedua metode itu dibicarak berurutan.
            Angket adalah daftar pertanyaan yang harus dijawab dan atau daftar isian yang harus diisi yang berdasarkan kepada sejumlah subjek, dan berdasarkan atas jawaban dan atau isian itu penyelidik mengambil kesimpulan mengenai subjek yang diselidiki.

Angket sering digolong-golongkan sebagai berikut:
1.      Berdasarkan atas siapa yang harus menjawab atau yang mengisi angket itu, angket dibedakan menjadi:

·         Angket langsung, yaitu kalau yang menjawab atau mengisi angket itu adalah subjek yang diselidiki sendiri (bukan orang lain).
·         Angket tak langsung, yaitu kalau yang harus menjawab atau mengisi angket itu bukan si subjek yang diselidiki sendiri melainkan orang lain.

2.      Berdasar atas bentuknya angket dibedakan menjadi:

·         Angket bentuk terbuka, yaitu kalau dalam angket itu belum dibatasi bagaimana jawabannya.
·         Angket bentuk tertutup, yaitu kalau jawaban atau isian telah dibatasi atau ditentukan.

3.      Berdasar atas aspek-aspek kepribadian yang diselidiki dibedakan menjadi:

·         Angket umum, yaitu angket yang bertujuan untuk mendapatkan data yang selengkap mungkin mengenai subjek yang diselidiki.
·         Angket khusus, yaitu angket yang bertujuan untuk mendapatkan data mengenai gejala-gejala atau aspek-aspek kepribadian khusus.

            Dalam psikodiagnostik metode angket sering digunakan untuk tujuan mendapatkan pedoman-pedoman umum untuk tindakan diagnostic selanjutnya. Dalam keadaan khusus, angket sering dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum (psikografi) supaya dapat mendapatkan kedudukan gejala khusus yang dihadapi pada tempat yang sebenarnya. Data-data ini sering mempunyai nilai diagnostic yang tinggi.

C.    Metode wawancara

            Wawancara adalah metode yang mendasarkan diri pada laporan verbal (verbal report) di mana terdapat huvungan langsung antar si penyidik dan subjek yang diselidiki. Jadi dalam metode ini ada “face to face relation” antara penyelidik dan yang diselidiki.
            Sedangkan menerut sundberg (1977) wawancara adalah “ interview is a sharing of perspectives and information between to people metting together”. Jadi dalam wawancara akan terjadi peretukaran pandangan dan informasi antara dua orang yang bertemu.[3]
            Jika dilihat dari tujuan wawancara dapat dibedakan menjadi 3 macam wawancara, ialah sebagai berikut :
1.      Wawancara untuk aplikasi organisasi, industry (personal interview). Misalnya, wawancara dalam seleksi calon karyawan pabrik.
2.      Wawancara untuk aplikasi klinis (clinical interview). Misalnnya wawancara riwayat, keluhan dan riwayat hidup klien.
3.      Wawancara untuk aplikasi riset (research interview). Misalnya di bidang riset atau survey.

Sedangkan menurut bentuknya dapat di golongkan menjadi 3 macam, yakni :
1.      Wawancara tak berstruktur atau bebas (non-struktured interview). Yaitu wasancra di mana arah pembicaraan sekehendak, tidak terbimbing ke sesuatu tema pokok tertentu.
2.      Wawancara berstruktur (structured interview). Yaitu wawancra di mana hal-hal yang akan dibicarakan telah ditetentukan terlebih dahulu.
3.      Wawancara terarah. Merupakan synthese dari kedua bentuk wawancra yang telah dibicarakan itu. Dimulai dengan bentuk tak berstruktur, selanjutnya diikuti oleh wawancara berstruktur.

            Wawancara mempunyai peran penting dalam psikodiagnostik sebagai metode untuk mendapatkan data maupun mencocokkan konstansiyang telah ditetapkan berdasar atas metode-metode lain. Terutama dalam keadaan-keadaan di mana diperlukan perlakuan secara individual , metode wawancara ini mempunyai peran yang sangat besar.




D.    Riwayat Hidup

            Riwayat hidup atau latar belakang kehidupan  (life history), dapat sebagai suatu proses perkembangan dalam jangka panjang yang terjadi dalam satu kurun waktu kehidupan seseorang. Keinston dan Sunberg mengajukan tiga hal yang termasuk dalam riwayat hidup, yakni sebagai berikut :
1.      Menelusuri tema hidup seseorang.
2.      Menelusuri sebab-sebab terjadinya gangguan psikis/keluhan (search of etiology).
3.      Menelusuri dugaan atau ramalan (prediksi).

Data riwayat hidup itu juga dapat diriset dengan metode :
1.      Metode longitudinal, ialah menelusuri latar belakang kehidupan subjek dalam kurun waktu tertentu yang berturut-turut. Atau bisa juga di katakana bahwa metode longitudinal adalah pendekatan dalam penelitian yang dilakukan dengan cara menyelidiki individu dalam jangka waktu yang lama.[4]
2.      Metode kasus silang, ialah menelusuri latar belakang kehidupan subjek dalam satu periode saja, kemudian dibandingkan dengan kriterium atau subjek lain dalam periode waktu yang sama.


E.     Metode Pengumpulan Bahan-Bahan

            Bahan-bahan yang digunakan seseorang atau yang dihasilkan olehnya sebagai buah karyanya, sering kali mempunyai nilai diagnostic yang penting.
            Bahan-bahan yang dapat dikumpulkan dan selanjutnya digunakan dalam diagnosis psikologis itu secara garis besar dapat digolongkan demikian.
1.      alat-alat permainan
            Permainan sebagai metode penyelidikan bersangkutan langsung dengan observasi. Biasanya si subjek dibiarkan atau disuruh melakukan permainan itu dan diobservasi bagaimana dia melakukan permainana tersebut. Cara ini sering dipilih, karena dalam suasana bermain itu jiwa si subjek yang diselidiki bebas, tanpa syak wasangka sehingga dia akan bertingkah laku wajar. Akhir-akhir ini mulai dilakukan sebagai teknik terapi yang dasar teoritisnya sebenarnya sama dengan psikodrama dan sosiodrama..
2.      hasil karya
            Hasil karya seseorang dapat dipandang sebagai pengabdian dari pada sebagian tingkah lakunya, karena prestasi dihasilkan dari kegiatan. Karena itu hasil karya dapat dipakai sebagai salah satu metode untuk mengungkap keadaan atau sifat-sifat psikis seseorang. Beberapa diantara hasil karya yang banyak digunakan penyelidikan psikologis adalah : puisi, prosa, gambaran, dan tulisan tangan.
            Dalam peraktek psikodiagnostik metode ini lebih boleh dikatakan hampi selalu hanya sebagai pelengkap bagi metode-metode lain


F.     Metode Biografis/Analisis Dokumen Pribadi

            Metode ini memang jarang dipakai dan hanya dipakai untuk kasus-kasus tertentu, tetapi jika dipakai ada juga manfaatnya untuk menambah pengertian dan kejelasan mengenai kepribadian subjek.
            Secara etimologis metode biografis adalah metode yang menggunakan bahan-bahan yang berwujud tulisan mengenai kehidupan subjek yang diselidiki, baik tulisan itu di buat oleh si subjek sendiri, maupun di buat oleh orang lain. Bahan-bahan biografis yang banyak dipergunakan dalam penyelidikan adalah:
1.      Biografi, yaitu tulisan mengenai peri kehidupan yang di buat (di tulis) oleh orang lain sering bermanfaat dalam pengungkapan kepribadian seseorang. Hanya saja kiranya mudah dimengerti bahwa tulisan ini sangat dipengaruhi oleh sikap dan penilaian penulis terhadap orang yang ditulis biografisnya.
2.      Otobiografi adalah biografi yang ditulis sendiri oleh subjek yang bersangkutan. Kiranya mudah sekali di mengerti, bahwa entah dengan sengaja atau tidak, oaring akan berusaha menyembunyikan kelemahan-kelemahannya dalam tulisan tersebut.
3.      Buku harian, biasanya berisikan ha-hal yang bersifat pribadi dan biasanya yang dianggap rahasia oleh yang bersangkutan.
4.      Kenang-kenangan masa muda, ini kebanyakan dibuat oleh mereka yang telah melewati setengah umur. Orang-orang yang telah merasa tua, yang menyadari bahwa akhir hidupnya pada suatu ketika akan tiba juga, sering kali menoleh ke masa lampau (masa mudanya). Kenang-kanangan yang demikian itu tentu dapat merupakan sumber data penyelidikan psikologis yang sangat berharga.
5.      Case history, merupakan penggunaan berbagai sumber biografis dan masa lampau untuk keperluan analisa sesuatu gejala. Berbagai sumber yang mungkin dapat ikut menerangi sesuatu didalam yang sedang dihadapi (ditackle) itu dipergunakan.

            Bahan-bahan biografis biasanya merupakan pelengkap dan penyempurna. Bagi data yang dipelengkap sampai dengan metode-metode lain. Secara routine, sebenarnya bahan-bahan biografis itu selalu dibuthkan, hanya saja sering kali pencarian data tersebut tidak sejauh yang telah dibicarakan di atas. Malah terkadang bisa hanya terbatas pada : tanggal lahir, tempat asal, pendidikan. Dalam keadaan-keadaan dimana terdapat kelainan hampir selalu diperlukan bahan-bahan biografis itu untuk lebih menerangi persoalannya.


G.    Metode Test

            Tes berasal dari bahasa latin Testum, yaitu alat untuk mengukur tanah. Dalam bahasa perancis kuno kata test berarti ukuran yang dipergunakan untuk membedakan emas dan perak dari logam-logam yang lain. Lama kelamaan arti test menjadi lebih umum. Di dalam lapangan psikologi kata test mula-mula digunakan oleh J.M. CATTEL pada tahun 1890, dan sejak saat itu makin popular sebagai nama metode psikologis yang dipergunakan untuk menentukan (mengukur) aspek-aspek tertentu daripada kepribadian.
            Test adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang berdasar atas bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau melakukan perintah-perintah itu penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan standart testee yang lain[5]
Test psikologis sebagai alat pembanding atau “pengukur” supaya dapat menjalankan fungsinya secara baik haruslah memenuhi syarat tertentu. Adapun syarat-syarat test yang baik itu adalah sebagai berikut :
1.      Test itu harus valid.
2.      Test itu harus reliable.
3.      Test itu harus di standardisasikan.
4.      Test itu harus obyektif.
5.      Test itu harus diskriminatif.
6.      Test itu harus comprehensive.
7.      Test itu harus mudah digunakan.




DAFTAR PUSTAKA



Anastasi, Anne. 2007. Tes Psikologi. Jakarta : PT. Indeks.


Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Karya.


Ki fudyartanta. 2009. Pengantar Psikodiagnostik. Yogyakarta : Pustaka pelajar.


Suryabrata, 1990. Pembimbing Ke Psikodiagnostik. Yogyakarta : Rake Sarasin




[1] Suryabrata, Pembimbing ke Psikodiagnostik (yogyakarta : Rake Sarasin 1990 ) hlm. 7
[2] Ibid,,. hlm. 8
[3]Ki fudyartanta, Pengantar Psikodiagnostik (yogayakarta : pustaka pelajar 2009) hlm. 23
[4] Desmita, Psikologi perkembangan, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA 2008) hlm. 61-62
[5] Log cit,.. hlm. 22

0 komentar:

Posting Komentar