Rabu, 01 September 2010

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Anthropology berarti “ilmu tentang manusia” dan adalah suatu istilah yang sangat tua. Dahulu istilah itu dipergunakan dalam arti yang lain, yaitu “ilmu tentang cirri-ciri tubuh manusia” (malahan pernah juga dalam arti “ilmu anatomi”).
Dalam makalah kami ini membahas tentang system religi atau agama. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mangkin hanya berlangsung beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang. Emosi keagamaan inilah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Selebihnya lebih lengkap ada pada makalah kami yang membahas tentang pengertian religi, pengertian system religi, dan unsur-unsur religi.


B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Religi atau Agama?
2. Apa pengertian system Religi atau Agama?
3. Apa unsur-unsur Religi atau Agama? 

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Religi atau Agama
2. Untuk mengetahui pengertian Religi atau Agama
3. Untuk mengetahui unsur-unsur Religi atau Agama




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama atau Religi.

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta agama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Dengan kata singkat, definisi agama menurut sosiologi adalah agama yang evaluatif (menilai). Ia “angkat tangan” mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama-agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini ia hanya sanggup memberikan definisi yang deskriptif (menggambarkan apa adanya), yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluknya.
Dalam kaitan ini harus ditegaskan lagi bahwa aliran fungsionalisme dengan sengaja dan sebagai prinsip memberikan sorotan tersendiri serta tekanan khusus atas apa yang ia lihat dari agama. Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain, yang mengemban tugas (fungsi), agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal, regional, nasional maupun mondinal. Maka dalam tinjauannya yang dipentingkan ialah daya guna, dan pengaruh agama terhadap masyarakat, sehingga bakat eksistensi dan fungsi agama (agama-agama) cita-cita masyarakat (akan keadilan dan kedamaian, dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani) dapat terwujud.
Menurut William James, definisi tentang agama, membuang aspek-aspek agama yang bersifat universal, sosial dan institusional yang justru merupakan perhatian utama sarjana sosiologi.
Agama dipandang dari segi keadaan manusianya adalah gejala yang begitu sering “terdapat di mana-mana” sehingga sedikit membantu usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta.


B. Sistem Religi

Perhatian ilmu antropologi terhadap religi sejak lama, ketika ilmu antropologi belum ada. Dan hanya merupakan suatu himpunan tulisan. Mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar Eropa, religi telah menjadi suatu suku-suku bangsa di luar Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku para pengarang tulisan-tulisan etnografi mengenai suku-suku bangsa itu. kemudian, waktu bahan etnografi tersebut digunakan secara luas oleh dunia ilmiah, perhatian terhadap bahan mengenai upacara keagamaan itu sangat besar. Sebenarnya ada 2 hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu yaitu:
1. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak paling lahir:
2. Bahan etnografo mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori tentang asal-mulanya teligi.
Para pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat. suatu suku bangsa tertentu, akan segera tertarik akan upacara-upacara keagamaan suku bangsa itu, karena upacara-upacara itu pada lahirnya tampak berbeda sekali dengan upacara keagamaan di Eropa itu sendiri, yakni agama Nasrani, hal-hal yang berbeda itu dahulu dianggap aneh, dan justru karena keanehannya itu menarik perhatian. Masalah asal-mula dari suatu unsur universal seperti religi, artinya masalah mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi dari padanya, dan mengapa manusia itu jmelakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna, untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa, dan juga dari dunia ilmiah pada umumnya.
Dalam usaha memecahkan masalah asal-mula religi, para ahli biasanya menganggap religi suku-suku bangsa di luar Eropa sebagai sisa-sisa dari bentuk-bentuk religi yang kuno, yang dianut oleh seluruh umat manusia dalam zaman dahulu, juga oleh orang Eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada tingkat yang primitif.


C. Unsur-Unsur Khusus.

Dalam rangka sistem religi 1) sistem religi, 2) sistem ilmu ghaib. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan, atau religious emotion. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja. Untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi, suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi. Bersama dengan unsur-unsur lain yaitu:
1. Sistem keyakinan
2. Sistem upacara keagamaan
3. Suatu umat yang menganut religi itu.

Adapun sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran, aturan agama, dongeng suci tentang riwayat dewa-dewa (mitologi). Biasanya tervantum dalam suatu himpunan buku-buku yang biasanya juga dianggap sebagai kesusastraan suci.
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung 4 aspek yang menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi :

1. Tempat upacara keagamaan dilakukan
2. Saat-saat upacara keagamaan dijalankan
3. Benda-benda dan alat-alat upacara
4. Orang-orang yang melakukan dan memimpin
Aspek pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat di mana upacara dilakukan, yaitu: makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan seterusnya.
Aspek ke dua adalah aspek yang mengenai saat-saat ibadah: hari-hari keramat dan suci dan sebagainya. Aspek ke tiga adalah tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara: patung-patung, lonceng suci, genderang suci, dan sebagainya. Aspek ke empat adalah aspek yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu: para pendeta, biksu, syaman, dukun dan lain-lain
Upacara-upacara itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:

1) Bersaji
2) Berkorban
3) Berdo'a
4) Makan bersama makanan yang telah disajikan dengan do'a ]
5) Menari tarian suci
6) Memainkan seni drama suci
7) Berprosesi atau berpawai
8) Menyanyi-nyayian suci.
9) Berpuasa.
10) Intoksikasi/mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan trance, mabuk.
11) Bertapa
12) Bersemedi
Diantara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali dalam satu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga sebaliknya. Kecuali itu suatu acara upacara biasanya mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari sejumlah unsur tersebut, misalnya untuk kesuburan tanah, para pelaku upacara dan para pendeta berpawai dahulu menuju ke tempat-tempat bersegi, lalu mengorbankan seekor ayam, setelah itu menyajikan bunga kepada dewa kesuburan, disusul dengan do'a yang diucapkan oleh para pelaku, kemudian menyanyi bersama berbagai nyanyian-nyayian suci, dan akhirnya semuanya bersama kenduri makan hidangan yang telah disilakan dengan do'a.
Sub unsur ketiga dalam rangka religi, adalah sub unsur mengenai umat yang menganut agama/religi yang bersangkutan. secara khusus sub unsur itu meliputi misalnya soal-soal pengikut sesuatu agama, hubungannya satu dengan lain. hubungannya dengan para pemimpin agama, baik dalam saat adanya upacara keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari dan akhirnya sub-unsur itu juga meliputi soal-soal seperti organisasi dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya sistem ilmu ghaib.
Dalam ilmu ghaib sering terdapat konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya: ilmu ghaib juga mempunyai sekelompok manusia yang yakin dan yang menjalankan. Ilmu gaib itu untuk mencapai suatu maksud. Upacara ilmu ghaib juga mempunyai aspek-aspek yang sama, ada pemimpin atau pelakunya, dukun, pada saat-saat tertentu yaitu hari-hari keramat, ada peralatan untuk melakukan upacara, ada tempat, tertentu di mana upacara harus dilakukan.
Walaupun pada lahirnya religi dan ilmu ghaib sering kelihatan sama, dan sukar untuk menentukan batas daripada upacara yang bersifat religi dan upacara yang bersifat ilmu ghaib, pada dasarnya ada perbedaan yang besar sekali antara kedua pokok itu. perbedaan dasarnya terletak dalam sikap manusia pada waktu ia sedang menjalankan agama, manusia bersikap menyerah diri kepada Tuhan, kepada dewa-dewa, kepada roh-roh nenek moyang, atau menyerahkan diri kepada kekuatan tinggi yang disembahnya itu.
Dalam hal ini manusia biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan. Sebaliknya, pada waktu menjalankan ilmu gaib manusia bersikap lain. ia berusaha memperlakukan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendaknya dan berbuat apa yang ingin dicapainya.





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta agama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Perhatian ilmu antropologi terhadap religi sejak lama, ketika ilmu antropologi belum ada. Dan hanya merupakan suatu himpunan tulisan. Mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar Eropa, religi telah menjadi suatu suku-suku bangsa di luar Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku para pengarang tulisan-tulisan etnografi mengenai suku-suku bangsa itu. kemudian, waktu bahan etnografi tersebut digunakan secara luas oleh dunia ilmiah, perhatian terhadap bahan mengenai upacara keagamaan itu sangat besar.
Dalam rangka sistem religi 1) sistem religi, 2) sistem ilmu ghaib. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan, atau religious emotion. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja. Untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi, suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya.





DAFTAR PUSTAKA


James, William. The Variaties of Religious Experience. 1937, New York: Library. Inc

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. 2002, Jakarta: Rineka Cipta

Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat. 1994, Jakarta: Raja Grafindo

O.C., D. Hendropuspito. Sosiologi Agama. 1983, Yogyakarta: Konisius

0 komentar:

Posting Komentar