50 persen dari performa adalah hasil dari faktor mental dan psikologis (Loehr, dalam Videman, 2007)
50 persen dari performa adalah hasil dari faktor mental dan psikologis (Loehr, dalam Videman, 2007)
Kutipan diatas menunjukkan bahwa selain skill atau kemampuan, faktor mental dan psikologis memiliki peran yang cukup signifikan dalam sebuah pertandingan. Meskipun demikian, seperti artikel sebelumnya, kemampuan mengontrol aspek-aspek psikologis dalam sebuah pertandingan atau kompetisi bukan lah sebuah hal yang mudah.
Salah satu hal yang banyak dirasakan para pelaku olahraga adalah anxiety atau kecemasan. Perasaan yang tidak hanya dirasakan oleh atlit sekolah, atlit kampus, bahkan atlit professional pun tidak lepas dari perasaan cemas. Sebelum membahas lebih dalam, anxiety atau kecemasan adalah emosi negative yang ditandai oleh adanya perasaan khawatir, was-was, dan disertai dengan peningkatan sistem ketubuhan (Weinberg & Gould, dalam Videman, 2007). Walaupun kecemasan lebih banyak dipandang sebagai penghambat, pada kenyataannya kecemasan juga dapat memfasilitasi atau mendukung penampilan, tidak terkecuali dalam berolahraga. Memiliki kecemasan sebelum dan saat pertandingan adalah hal yang wajar, mampu mengontrol dan memaksimalkan kecemasan adalah hal yang lain.
Menurut Morris dan Summers (dalam Videman, 2007), sumber-sumber kecemasan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sumber kecemasan yang muncul dari
1.) dalam diri individu, contoh: Harapan dan impian tentang performa, ketakutan akan gagal, dsb.
2.) Situasi dan kondisi lingkungan, contoh: Tekanan dari pelatih, rekan satu tim, orangtua dan pendukung.
3.) Hal lain diluar diri individu dan lingkungan, contoh: seorang individu merasa ada yang salah dari dalam dirinya, merasa sangat lelah dan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan keadaan.
Untuk mengurangi kecemasan dalam pertandingan atau kompetisi yang muncul dari berbagai sumber, Wadey dan Hanton (2008) melalui hasil penelitiannya menemukan empat cara.
Yang pertama, adalah dengan menentukan Target. Sebagai contoh, sebuah individu atau tim memiliki target lolos pool, semifinal, final. Ketika akan bertanding dan rasa cemas itu muncul, partisipan penelitian menjelaskan bahwa target yang mereka miliki membuat mereka lebih fokus pada proses apa saja yang telah mereka lalui untuk mencapai target tersebut. Dengan mengingat beratnya latihan rutin yang telah dilakukan dan segala pengorbanannya, membuat individu atau tim mampu mengontrol dan mengalihkan tingkat kecemasan. Untuk mengantisipasi rasa kegagalan tersebut, individu sadar atau tidak telah mengontrol dan mengalihkan kecemasan tersebut sehingga rasa percaya diri dapat meningkat sehingga performa yang ditampilkan juga dapat meningkat.
Cara yang kedua, adalah dengan membayangkan hal yang akan dilakukan pada saat bertanding. Partisipan penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai performa yang maksimal, membayangkan hal apa saja yang akan dilakukan dilapangan mampu mengurangi rasa kecemasan yang muncul. Seperti pada individu yang pada saat berlatih memiliki persentase 90 % dalam mencetak gol dari titik penalti, maka dengan membayangkan akan mencetak gol dari posisi yang sama rasa kecemasan tersebut akan berkurang. Tidak jauh berbeda dengan cara tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan akan jauh lebih berkurang saat individu mengingat situasi yang kurang lebih sama pada pertandingan sebelumnya. Sebagai contoh, pada pertandingan pertama tim A yang anggota nya mengalami kecemasan sebelum bertanding sempat tertinggal pada babak pertama, namun pada babak kedua berhasil membalikkan keadaan dan menang. Saat kecemasan muncul pada pertandingan kedua, maka individu dapat mengingat situasi kecemasan seperti pertandingan pertama tersebut serta hasil akhir yang diperoleh, rasa percaya diri akan meningkat yang lagi-lagi juga akan meningkatkan performa saat bertanding.
Cara yang ketiga adalah dengan berbicara dengan diri sendiri. Meskipun terdengar aneh dan sombong, berbicara positif dengan diri sendiri baik secara lantang maupun hanya dalam hati terbukti mampu meningkatkan kepercayaan diri. Perkataan seperti “Saya yang paling hebat”, “Saya akan menjadi pemain terbaik”, “Saya akan membawa tim ini mencapai tangga juara” mampu meningkatkan dan menjaga konsentrasi pada pertandingan yang akan atau sedang berjalan. Hasil penelitian juga menjelaskan bahwa meningkatkan kepercayaan diri mampu menjaga level optimisme akan hasil akhir yang positif dari sebuah kompetisi. Level optimisme tersebut akan berguna dalam menghadapi situasi pertandingan yang tidak menguntungkan, seperti saat tertinggal dan waktu hampir habis, rasa optimisme tersebut lah yang akan mampu menjaga kepercayaan diri serta performa.
Cara yang keempat adalah relaksasi. Saat indvidu tidak mampu sama sekali mengontrol kecemasan yang dirasakan (biasanya muncul pada saat pertandingan pertama awal kompetisi) maka cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan adalah dengan mendengarkan music, menarik nafas panjang, atau melakukan pemanasan secara maksimal. Namun demikian, hal yang sering terjadi adalah individu merasa terlalu rileks sehingga tingkat kecemasan yang ada sangat kecil. Hal tersebut ternyata tidak selalu baik, ditambahkan menurut Wadey dan Hanton (2008) serta Taylor (2009) performa terbaik muncul saat individu berada diantara kondisi yang sangat rileks dan kondisi yang sangat tegang.
Penemuan Wadey dan Hanton (2008) diatas semakin mendukung penelitian-penelitian sebelumnya tentang pentingnya faktor psikologi dalam sebuah pertandingan atau kompetisi. Satu hal penting yang banyak dilupakan adalah bahwa kecemasan tidak selamanya negatif, bahkan Hanton dkk (2004) menjelaskan bahwa dalam beberapa olahraga, seperti Rugby, kecemasan merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk mencapai hasil maksimal. Oleh karena itu, dengan kemampuan mengontrol rasa cemas sebelum dan saat bertanding, maka hasil yang maksimal diharapkan bisa tercapai.
Sumber:
- Videman, H. (2007). Kecemasan Atlet Sepakbola Tim Persija Junior. Depok: F Psi UI.
- Wadey, R., & Hanton S. (2008). Basic Psychological Skills Usage and Competitive Anxiety Responses: Perceived Underlying Mechanism. Research Quarterly for Exercise and Sport; Sep 2008; 79, 3; Academic Research Library pg 363.