Rabu, 05 Agustus 2020

1.      Autism Spektrum Disorder

Gangguan Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder, ASD) adalah kumpulan kondisi yang diklasifikasikan sebagai gangguan neurodevelopmental pada DSM-5 (APA, 2013). Untuk memenuhi diagnosis gangguan spektrum autisme, individu harus menunjukkan dua tipe gejala, yaitu :

 

·         Defisit pada ranah komunikasi dan interaksi sosial.

·         Perilaku, minat, atau aktivitas yang terbatas dan repetitif

 

Presentasi klinis dapat bervariasi bagi tiap individu, yaitu dari ringan sampai parah dan dipersulit oleh terjadinya komorbiditas, termasuk kejang, gangguan pencernaan, gangguan pendengaran, dan gangguan kejiwaan. Gangguan ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Gangguan Spektrum Autisme (ASD) merupakan istilah yang pertama kali digunakan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders versi 5 (DSM-5) yang dirilis Mei 2013. Diagnosis ini meliputi beberapa diagnosis DSM-IV TR, yaitu gangguan autistik, gangguan asperger, gangguan disintegratif masa kanak-kanak, dan PDD-NOS. Pada kriteria diagnostik gangguan spektrum autisme pada DSM-5, komunikasi sosial dan interaksi sosial tidak lagi terpisah seperti pada DSM-IV TR, tetapi tergabung dalam satu kategori.

 

2.      Penyebab

a.       Genetika

Hasil studi keluarga dan kembar menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam etiologi autisme dan gangguan perkembangan pervasif lainnya. Penelitian telah secara konsisten menemukan bahwa  prevalensi autisme pada saudara kandung dari anak-anak autis adalah sekitar 15 sampai 30 kali lebih besar dari tingkat pada populasi umum. Tampaknya tidak ada gen tunggal yang dapat menjelaskan autisme. Sebaliknya, tampaknya ada beberapa gen yang terlibat, yang masing- masing merupakan faktor risiko untuk komponen dari gangguan spektrum autisme.

Kembar monozigot menunjukkan tingkat kesesuaian yang lebih tinggi untuk ASD daripada kembar dizigot, tetapi studi individu bervariasi dalam derajat dilaporkan konkordansi, yang berkisar dari 36% - 92%. Risiko ASD untuk masing-masing anak juga lebih tinggi jika kakak memiliki ASD, terutama jika ada beberapa saudara yang lebih tua dengan gangguan tersebut.

 

b.      Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kemandirian fungsional dan kualitas hidup melalui; (i) pembelajaran dan pengembangan, meningkatkan keterampilan sosial, dan meningkatkan komunikasi; (ii) penurunan kecacatan dan komorbiditas; (iii) bantuan untuk keluarga.

 

c.       Terapi Non Farmakologis

                             ·   Intervensi oleh praktikan, termasuk intervensi berbasis Applied Behavioral Analysis (ABA) bisa menurunkan beberapa gejala.

·   Intervensi oleh orang tua dapat mengurangi beberapa gejala ASD.

·   Intervensi berbasis permainan dan interaksi bisa memperbaiki rentang gejala

·   Terapi pijat mungkin meningkatkan komunikasi dan mengurangi keparahan gejala pada anak-anak dengan ASD (level 2 [mid-level] evidence).

·   Terapi musik dapat meningkatkan kemampuan komunikasi pada anak dengan ASD (level 2 [mid-level] evidence).

·   Terapi vokasional dapat meningkatkan keberhasilan kerja (level 2 [mid-level] evidence).

·   Kelas prasekolah khusus mengintegrasikan anak-anak dengan dan tanpa ASD dapat memperbaiki beberapa gejala (level 2 [mid-level] evidence).

·   Pengobatan hiperbarik (mungkin meningkatkan fungsi untuk anak autis (level 2 [mid-level] evidence), tetapi luaran lebih 4 minggu belum ditegakkan.

·   Terapi non-farmakologis tanpa bukti yang mendukung khasiat termasuk akupunktur, selimut tertimbang, biofeedback elektroensefalografik, dan pelatihan integrasi pendengaran.

 

 



DAFTAR PUSTAKA

Association, A.P. (2013). Diagnostic and statustical manual of mental disorders. America

Erford, B. T. (2017). 40 TEKNIK Yang Harus Diketahui Setiap Konselor edisi kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Maramis,W.F & Maramis, A.A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi Kedua). Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR, Airlangga University Press

Purwanta, E. (2015). Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Widyorini, E.,Harjanta, G & Sumijati, S.(2014). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang : Universitas


0 komentar:

Posting Komentar