1. Pengertian
Token
economy adalah pemberian satu kepingan (atau suatu tanda,
satu isyarat) sesegera mungkin setiap kali setiap perilaku sasaran muncul.
Kepingan-kepingan ini nantinya dapat ditukar dengan benda atau aktivitas pengukuh
yang diinginkan klien. Selanjutnya menurut Reid (1999), token economy adalah suatu bentuk reinforcement positif dimana klien menerima suatu token ketika
mereka memperlihatkan perilaku yang diinginkan. Setelah klien mengakumulasikan
token dalam jumlah tertentu, mereka dapat menukarkannya dengan reinforcer. Reinforcer itu sendiri
sesungguhnya adalah stimulus yang dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respon tertentu. Rujukan yang menjadi dasar praktikan menggunakan intervensi
token economy sejalan dengan
penelitian Syafrida (2016) dalam JP3SDM Vol.4 No.1 dengan judul Efektifitas Modifikasi Perilaku untuk
Mengatasi Enuresis pada Anak. Penelitian Syafrida (2016) mengatakan bahwa
teknik token economy dilakukan dengan
memberikan stempel bila individu dapat melakukan suatu tugas dengan baik dan
poin yang dikumpulkan nantinya dapat ditukarkan dengan backup reinforcer. Penelitian Syafrida (2016) menggunakan teknik
intervensi token economy dengan
metode eksperimen kasus tunggal (single
case experimental design) untuk menangani seorang klien yang berusia 8
tahun 9 bulan, serta mengalami enuresis. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian tersebut yakni multiple
baseline design.
Selanjutnya
penelitian Syafrida (2016) mengatakan bahwa kondisi lain dari reinforcer, seperti uang, bertahan dan
dapat diakumulasikan disebut token. Sebuah program dimana kelompok individu
bisa mendapat tanda (token) untuk berbagai perilaku yang diinginkan, dan dapat
menukar tanda itu dengan backup
reinforcer. Terdapat dua keuntungan utama ketika menggunakan token reinforcer (Syafrida, 2016). Pertama,
mereka dapat diberikan dengan segera setelah satu perilaku diinginkan terjadi
dan menguangkannya pada suatu waktu untuk backup
reinforcer. Dengan begitu dapat digunakan untuk “jembatan” antara delay respon target dan backup reinforcer, terutama penting
ketika tidak praktis atau mustahil untuk mengirim backup reinforcer dengan segera setelah perilaku. Kedua, tanda
membuat lebih mudah untuk mengelola konsisten dan efektif reinforcer ketika berhubungan dengan sekelompok individu (Syafrida,
2016).
Berdasarkan
penjelasan tentang Token economy yang
telah dikemukakan sebelumnya, praktikan menggunakan intervensi Token economy diperkuat dengan hasil
dari penelitian Syafrida (2016) mengungkapkan bahwa intervensi ini dianggap
tepat untuk mengubah perilaku yang tidak diharapkan dengan menghilangkan
hubungan sebab akibat dari suatu stimulus dengan respon, dimana respon yang
muncul merupakan bentuk perilaku yang tidak diharapkan terhadap suatu stimulus tertentu, dalam penelitian
tersebut berupa perilaku enuresis klien. Sementara itu juga karakteristik klien
yang ditangani oleh praktikan dan peneliti sebelumnya kurang lebih sama yaitu
klien anak serta memiliki permasalahan dengan kebiasaan yang kurang tepat.
2. Cara Mengimplementasikan Teknik Token Economy
Menurut Reid
(1999), sebelum menerapkan token economy,
perlu dirancang atau disiapkan langkah-langkahnya yaitu :
a.
Mengidentifikasi perilaku-perilaku yang
perlu diubah
Perilaku
yang perlu dirubah tersebut disebutkan secara spesifik dan mendeskripsikan
standar untuk kinerja yang dianggap memuaskan. Selain itu juga perlu untuk
menghitung jarak pendek dan jarak panjang perilaku sasaran yang ingin dicapai
dari masalah perilaku yang ditemukan.
b.
Membuat dan men-display aturan
Semua
partisipan dipastikan untuk memahami aturan untuk memberikan token, kuatitas
token yang dianugerahkan untuk perilaku-perilaku yang berbeda, dan kapan klien
dapat menukarkan token untuk mendapatkan reward.
Selanjutnya, konselor perlu memilih apa yang digunakan sebagai token. Token
seharusnya aman, kuat, mudah diberikan, dan sulit untuk direplikasi. Kemudian
konselor juga perlu menentukan backup
reinforcer, atau benda-benda reward yang dapat diterima partisipan ketika
mereka menukarkan tokennya. Backup
reinforcer memiliki signifikansi atau daya tarik tertentu bagi klien.
c.
Menetapkan "harga" dengan
memilih berapa banyak token yang harus dimiliki partisipan sebelum
menukarkannya dengan backup reinforce.
Sebelum
menerapkan sistemnya, penanggung jawab seharusnya melakukan uji lapangan
terhadap sistemnya, memastikan bahwa harganya akurat: Jika seorang partisipan
tidak
mampu menampilkan
cukup token untuk melakukan pembelian, mereka akan kehilangan motivasi untuk
terlibat dalam perilaku yang diinginkan (Reid, 1999). Praktik yang baik untuk
menyusun suatu menu reward dengan
nilai-nilai token yang sangat beragam, yang disyaratkan untuk berbagai opsi reward.
3. Tujuan
Tujuan utama
dari token economy, yaitu untuk
meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan. Token economy sebagai
sarana untuk mengajarkan perilaku yang sesuai dan keterampilan- keterampilan
sosial yang dapat digunakan dalam kehidupan. Token economy juga dapat digunakan secara individu atau secara
berkelompok (Susanto, 2008)
4. Psikoedukasi
Psikoedukasi
adalah suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang dengan
gangguan psikiatri yang bertujuan untuk treatment dan rehabilitasi. Menurut
Goldman (Bordbar & Faridhosseini, 2010) sasaran dari psikoedukasi adalah
untuk mengembangkan dan meningkatkan penerimaan pasien terhadap penyakit
ataupun gangguan yang dialami, meningkatkan partisipasi pasien dalam terapi,
dan coping mechanism ketika pasien
menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
Psikoedukasi
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman atau
keterampilan sebagai usaha pengenalan serta pencegahan atau meluasnya gangguan
psikologis di kelompok masyarakat. Untuk itu, psikoedukasi diharapkan mampu
meningkatkan pemahaman bukan hanya bagi pasien, tetapi juga lingkungan dan
terutama keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiyanti.
MG, M.S. (2003). Perilaku Anak Usia Dini:
Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta: Kanisius.
Candrasari,
et al. (2017). Pengaruh Lingkungan
Terhadap Perkembangan Bahasa Anak. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Desmita,
(2015). Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Diyantini,N.K,
Yanti, N. L.
P . E.,
& Lismawati, S.
M. (2015). Hubungan
Karakteristik dan Kepribadian Anak
dengan Kejadian Bullying pada Siswa Kelas V di SD “X” di Kabupaten Badung. COPING (Community in Nursing Publishing.
Lestari,
K.W. (2011). Konsep Matematika Anak Usia
Dini. Direktorat Pembinaan PAUD: Jakarta.
Martin,
G. & Pear, J. (2003). Behavior
Modification. What It Is and How To Do It. (7th edition). New Jersey:
Pearson Education International.
Meggitt,
C. (2013). Memahami Perkembangan Anak.
Jakarta: PT. Indeks.
Monks,
dkk. (1999). Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
Poltekkes
Depkes Jakarta, Tim Penulis. (2010). Kesehatan
Remaja. Jakarta: Salemba Medika.
Reid,
R. (1999). Attention deficit hyperactivity disorder. Effective methods for the
classroom. Focus on Exceptional Children
(32) 4.
Susanto,
E. (2008). Ekonomi Token, Tips Mendidik
Anak Kreatif. Diunduh dari http://eko
13.wordpress.com/2008/05/18/ekonomi-token-tips-mendidikanak- kreatif/ Diakses
pada tanggal 14 Desember 2019 pukul 11.39.
Soetjiningsih.
(2012). Perkembangan Anak dan
Permasalahannya dalam Buku Ajar Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta:
Sagungseto.
Syafrida,
Evi. (2016). Efektifitas Modifikasi Perilaku untuk Mengatasi Enuresis pada Anak. JP3SDM (4) 1.
Yusuf,
S. (2004). Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar