Senin, 18 Mei 2020

A.    PENGERTIAN RELIGIUSITAS

Ada beberapa istilah dari kata agama, diantaranya religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Dua kata agama, dalam bahasa religion (Inggris) dan religie (Belanda) merupakan bahasa induk dari kedua asal bahasa tersebut, yaitu Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang memilikiarti mengikat. Dalam Faisal Ismail, menurut Cicero, relegare berarti melakukan suatu perbuatan yang penuh dengan penderitaan, yaitu jenis perilaku peribadatan yang dikerjakan secara beruang-ulang dan tetap. Lalu Lactancius mengartikannya sesuatu yang mengikat menjadi satu dalam pertemuan bersama.[1]

Dalam bahasa Arab agama terkenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri memiliki banyak arti. Al-din disini bisa berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al-dzull (kehinaan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan), al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan (kekuasaan dan pemerintahan), al-tadzallulwa al-khudu (tunduk dan patuh), altha’at (taat), al-islam al-tauhid (penyerahan dan mengesakan Tuhan).[2]

Sedangkan menurut Hadikusuma dalam Bustanuddin Agus, agama merupakan sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan sebagai petunjuk umat (hamba Tuhan) ketika menjalani kehidupan di bumi.[3] Dari istilah agama, munculah apa yang dinamakan religiusitas. Religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah serta seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut.[4]

Religiusitas adalah perilaku yang merupakan perwujudan berdasarkan pada keyakinan hati dan keterikatan kepada Tuhan berupa peribadatan, serta segala norma yang mengatur keterikatan kepada Tuhan, hubungan antar manusia, dan hubungan dengan lingkungan yang terinternalisasi dengan manusia.[5]

Glock & Stark merumuskan bahwa religiusitas merupakan bentuk dari komitmen agama yang dapat dilihat melalui perilaku seseorang yang bersangkutan dengan keagamaan atau keimanan yang diyakininya. Religiusitas bisa di artikan dari seberapa tingkat pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa rajinnya pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut individu. Khususnya bagi orang muslim, religiusitas dapat dilihat dari seberapa jauhnya pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatannya terhadap agama Islam.[6]

Religiusitas merupakan suatu kesatuan unsur yang komperhensif, lalu menjadikan seseorang yang beragama bukan hanya sekedar mengaku memiliki agama saja. Religiusitas meliputi beberapa unsur yaitu meliputi pengetahuan agama, pengalaman agama, perilaku agama, dan sikap sosial keagamaan. Dalam agama Islam, religiusitas pada garis besarnya yang dinampakkan adalah pengalaman akidah, syari‟ah dan akhlak. Atau dengan kata lain seperti iman, islam dan ihsan. Apabila semua unsur tersebut dimiliki oleh orang tersebut, maka bisa dikatakan bahwa orang itu merupakan insan yang beragama sesungguhnya.

 

B.     DIMENSI RELIGIUSITAS

Disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 208, Allah SWT berfirman yang artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkahan setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”[7]

Allah SWT memerintahkan orang beragama secara menyeluruh, dan tidak setengah-setengah. Arti menyeluruh dalam ayat tersebut adalah ketika dalam beraktifitas dalam sehari-hari kita harus islam segala aspeknya seperti ketika sedang berfikir tentang sesuatu, berperilaku kapanpun dimanapun dan bekerja entah apapun pekerjaan itu. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud beribadah dari pelaksanaan keimanan kita kepada Allah SWT.

Menurut R. Stark dan C.Y. Glock[8] yang telah dikutip oleh Fuad Nashori, mereka menyebutkan ada lima dimensi yang dapat dibedakan, dan di dalam setiap dimensi terdapat beraneka ragam kaidah dan unsur-unsur lainnya, diantaranya ialah sebagai berikut :[9] :


a.       Dimensi Akidah (Ideologi)


Dimensi akidah berisi tentang beberapa pengharapan orang religius yang berpegang teguh pada pandangan ajaran dan mengakui kebenaran-kebenaran ajaran tersebut. Inti dari dimensi akidah dalam ajaran Islam adalah tauhid. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dan para penganut diharapkan untuk taat. Misalnya memercayai tentang adanya Tuhan, Malaikat, kitab-kitab, Nabi dan Rasul serta hari akhir, surga neraka dan yang lain sebagainya seperti hal yang bersifat gaib seperti yang telah diajarkan oleh agama.


b.      Dimensi Ibadah (Ritual)

Ciri yang nampak dari religiusitas seorang muslim ialah perilaku ibadahnya terhadap Allah SWT. Dimensi ibadah ini dapat diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang ketika mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah yang diperintahkan oleh agamanya. Dimensi ibadah berkaitan dengan frekuensi, intensitas, dan elaksanaan ibadah seseorang. Dimensi praktek dalam agama Islam berupa menjalankan ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya.[10]


c.       Dimensi Akhlak (Amal


Dimensi ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan agama. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia dengan manusia yang lain serta manusia dengan lingkukan sekitarnya, seperti bersifat ramah dan baik terhadap orang lain, memperjuangkan kebenaran dan keadilan, saling menolong, disiplin menghargai waktudan lain sebagainya.[11]


d.      Dimensi Ihsan (Penghayatan)


Ketika manusia sudah memiliki keyakinan yang tinggi serta melaksanakan ajaran agamanya secara optimal, maka dicapailah situasi ihsan. Dimensi ini berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat dan dilihat oleh Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi ini mencakup pengalaman dan perasaan dekat dengan Allah SWT, perasaan nikmat dalam melaksanakan ibadah, merasakan pernah diselamatkan oleh Allah, perasaan do‟a yang didengar oleh Allah, tersentuh atau tergentar ketika mendengar asma-asma Allah SWT dan bersyukur akan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.[12]

 

e.       Dimensi Ilmu (Pengetahuan)

Dimensi pengetahuan merupakan dimensi pengetahuan dalam agama, yang menerangkan seberapa jauh tingkat pemahaman dan pengetahuan agama seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci atau yang lainnya. Paling tidak orang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok tentang dasar keyakinan dari agamanya.

Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki jumlah minimal pengetahuan mengenai dasar keyakinan. Dimensi keyakinan dan pengetahuan berkaitan satu sama lain karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Dimensi tersebut menunjukkan dalam agama Islam menunjuk seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran agama Islam terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana yang termuat dalam kitab suci.[13]

 

C.    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIGIUSITAS

Robert H. Thoules mengemukakan ada empat faktor religiusitas yang dikategorikan dalam kelompok utama, yang dimasukkan kedalam kelompok utama yaitu diantaranya :

a.     Faktor sosial yang meliputi perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orangtua, tradisi-tradisi sosial dan tekanan yang ada di lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat yang ada serta sikap dan norma yang disepakati oleh lingkungan sekitar.

b.    Faktor lain yaitu pengalaman pribadi atau suatu kelompok pemeluk agama. Dan pengalaman konflik moral serta pengalaman batin emosional yang terikat secara langsung dengan Tuhan atau dengan sejumlah wujud lain pada sikap keberagamaan juga dapat membantu dalam memperkembangan keberagamaan manusia.

c.    Faktor kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan sempurna, sehingga terjadi adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Segala kebutuhan tersebut dikelompokkan dalam empat bagian diantaranya seperti kebutuhan akan selamat, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang muncul karena adanya kematian.[14] Menurut Zakiah Darajat yang dikutip oleh Jalaluddin juga menengahkan bahwa ada enam kebutuhan yang bisa menjadi sebab orang membutuhkan agama. Jadi melalui agama, segala kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Kebutuhan itu merupakan kebutuhan akan rasa kasih sayang, akan rasa aman, akan rassa harga diri, akan rasa bebas, rasa sukses dan ingin tahu terhadap sesuatu.[15]

d.  Faktor terakhir yaitu ketika mengembangkan sikap keberagamaan. Manusia merupakan makhluk berfikir dan berakal. Salah satu akibat dari pemikirannya adalah bahwa manusia dapat membantu dirinya menentukan keyakinan iman yang harus ia terima dan mana keyakinan iman yang seharusnya di tolak.


Terdapat macam-macam faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi keberlangsungan religiusitas manusia, dan itu semua memang haruslah diatur dengan sedemikian rupa agar keberlangsungan beragama manusia berjalanan dengan baik sesuai dengan apa yang telah ada dalam ajaran agama.

 



[1] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 13. 

[2] Ibid., 13

[3] Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia : Pengantar Antropologi Agama, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hlm 29. 

[4] Iredho Fani Reza, ReligiusitasHubungan Antara Religiusitas dengan Moralitas pada Remaja di Madrasah Aliyah, Jurnal Humanitas, Vol. X, No. 2, Agustus 2013, hlm. 49 

[5] Rahman, Perilaku Religiusitas dalam Kaitannya Dengan Kecerdasan Emosi Remaja, Jurnal Al-Qalam, vol. 15, Tahun 2009, hlm. 23. 

[6] Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi islam, (Yogyakarta : Menara Kudus, 2002), hlm. 71. 

[7] Departmen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Darus Sunnah, 2007), hlm. 33. 

[8] Roland Robertson, ed., Agama : dalam analisa dan interpretasi sosiologis, (Jakarta : CV Rajawali, 1988), hlm. 295 – 297. 

[9] Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi islam, (Yogyakarta : Menara Kudus, 2002), hlm. 78 – 82. 

[10] Ibid., hal 79

[11] Ibid., hal 80

[12] Ibid, hal 81

[13] Ibid., hal 82

[14] Sururin, Ilmu Jiwa Agama,... hlm. 79.  

[15] Jalaluddin, Psikologi Agama..., hlm. 60 – 61.  


0 komentar:

Posting Komentar