MACAM-MACAM PENELITIAN
KUALITATIF
A.
MACAM-MACAM
METODE PENELITIAN KUALITATIF
Dalam
penelitian kualitatif ada lima
ciri utama yang dimilikinya, meskipun pada kenyataannya dalam penelitian kualitatif
tidak memperlihatkan semua ciri tersebut. Adapun lima ciri tersebut:
1.
penelitian
kualitatif mempunyai setting alami sebagai sumber data langsung dan peneliti
kebidanan adalah instrument utamanya
2.
penelitia
kualittatif bersifat diskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata
, gambar bukan angka-angka
3.
penelitian
kualitatif lebih menekankan proses kerja , yang seluruh fenomena yang dihadapi
diterjemahkan dalam kegiatan sehari-hari, terutama yang berkaitan langsung
dengan kebidanan
4.
penelitian
kualitatif cenderung menggunakan pendekatan induktif
5.
penelitian
kualitatif memberi titik tekan pada makna, yaitu fokus penelaahan terpaut
langsung dengan masalah kehidupan manusia.
Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dilakukan dengan langkah-langkah yaitu merumuska masalah sebagai fokus penelitia kebidanan, mengumpulkan data lapangan, menganalisis data, merumuskan hasil studi, dan menyuusun rekomendasi untuk perbaikan kinerja dalam bidang ini
Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dilakukan dengan langkah-langkah yaitu merumuska masalah sebagai fokus penelitia kebidanan, mengumpulkan data lapangan, menganalisis data, merumuskan hasil studi, dan menyuusun rekomendasi untuk perbaikan kinerja dalam bidang ini
B.
METODE-METODE PENELITAIAN KUALITATIF.
1.
Penelitian Fenomenologi Penelitian
fenomenologi bersifat induktif. Pendekatan yang dipakai adalah deskriptif yang
dikembangkan dari filsafat fenomenologi. Fokus filsafat fenomenologi adalah
pemahaman tentang respon atas kehadiran atau kebaradaan manusia, bukan sekedar
pemahaman atas bagian-bagian yang spesifik atau prilaku khusus. Tujuan
penelitian fenomenologikal adalah menjelaskan pengalama-pengalaman apa yang
dialami seseorang dalam kehidupan ini, termasuk interaksinya dengan orang
lain.Contoh penelitian fenomenologi atau study mengenai daur hidup masyarakat
tradisional dilihat dari perspektif kebiasaan hidup sehat
2.
Penelitian Teori Grounded
penelitian grounded adalah tehnik penelitian
induktif. Tekhnik ini pertama kali digagas oleh Strauss dan sayles pada tahun
1967.Pendekatan penelitian ini bermaslahat dalam menemukan problem-problem yang
muncul dalam situasi kebidanan dan aplikasi proses-proses pribadi untuk
menanganinya.Metodologi teori ini menekankan observasi dan mengembangkan basis
praktik hubungan ”intuitif” antara variabel.Proses penelitian ini melibatkan
formulasi,pengujian,dan pengembangan ulang proposisi selama penyusunan teori
3.
Penelitian Etnograf
Penelitian
tipe ini berusaha memaparkan kisah kehidupan keseharian orang-orang yang dalam
kerangka menjelaskan fenomena budaya itu, mereka menjadi bagian integral
lainnya. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan secara sistematis dan
deskriptif. Analisis data dilakukan untuk mengembangkan teori prilaku
kultural.Dalam penelitian etnografi, peneliti secara aktuyal hidup atau menjadi
bagian dari seting budaya dalam tatanan untuk mengumpulkan data secara
sistematis dan holistik. Melalui penelitian ini perbedaan-perbedaan budaya
dijelaskan, dibandingkan untuk menambah pemahaman atas dampak budaya pada perilaku
atau kesehatan manusia.
4.
Penelitian Historis
Penelitian
historis adalah penelitian yang dimaksudkan untuk merekonstruksi kondisi masa
lampau secara objktif, sistematis dan akurat. Melalui penelitian ini,
bukti-bukti dikumpulkan , dievaluasi, dianalisis dan disintesiskan.
Selanjutnya, berdasarkan bukti-bukti itu dirumuskan kesimpulan. Adakalanya
penelitian historis digunakan untuk menguji hipotesis
tertentu.Misalnya,hipotesis mengenai dugaan adanya kesamaan antara sejarah
perkembangan pendidikan dari satu negara yang mengalami hegemoni oleh penjajah
yang sama.
Penelitian historis biasanya memperoleh data melalui catatan catatan artifak, atau laporan-laporan verbal.Ada beberapa ciri dominan penelitian histories
Penelitian historis biasanya memperoleh data melalui catatan catatan artifak, atau laporan-laporan verbal.
Secara lebih rinci Patton
(1990 : 88) mengemukakan-penamaan-
macam-macam penelitian kualitatif
(Qualitative inquiry) berdasarkan tradisi teoritisnya yang diuraikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut :
Tabel 1.
variety in
qualitative Inquiry : Theoritical traditions
No
|
Perspektif
|
Akar Ilmu
|
Pertanyaan Utama
|
1
|
Ethnography
|
Anthropology
|
Apa kebudayaan masyarakat ini ?
|
2
|
Phenomenology
|
Philosophy
|
Apa struktur dan esensi pengalaman atas gejala-gejala ini bagi
masyarakat tersebut?
|
3
|
Heuristics
|
Psikologi Humanistik
|
Apa pengalaman saya mengenai gejala-gejala ini dan apa pengalaman
essensial bagi yang lain yang juga mengalami gejala ini secara intens ?
|
4
|
Ethnomethodology
|
Sosiology
|
Bagaimana orang memahami kegiatan sehari-hari mereka sehingga
berprilaku dengan cara yang dapat diterima secara sosial ?
|
5
|
Symbolic interactionism
|
Psikologi sosial
|
Apa simbul dan pemahaman umum yang telah muncul dan memberikan makna
bagi interaksi sosial masyarakat ?
|
6
|
Echological Psychology
|
Psikologi lingkungan
|
Bagaimana orang-orang mencapai tujuan
mereka melalui prilaku tertentu dalam lingkungan yang tertentu ?
|
7
|
System theory
|
interdisipliner
|
Bagaimana dan kenapa sistem ini
berfungsi secara keseluruhan ?
|
8
|
Chaos theory: non -linier dynamics
|
Fisika teoritis : ilmu-ilmu alam
|
Apa yang mendasari keteraturan gejala-gejala yang tak teratur jika ada
?
|
9
|
Hermeneutics
|
Teologi, filsafat, kritik sastra
|
Apa kondisi-kondisi yang melahirkan prilaku atau produk yang dihasilkan
yang memungkinkan penafsiran makna ?
|
10
|
Orientaional, qualitative
|
Ideologi, ekonomi politik
|
Bagimana perspektif ideologi seseorang berujud dalam suatu gejala ?
|
Dalam perkembangannya,
belakangan ini nampaknya istilah penelitian kualitatif telah menjadi istilah yang dominan dan baku , meskipun mengacu pada istilah yang
berbeda dengan pemberian karakteristik yang
berbeda pula, namun bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat
saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai metodologi penelitian kualitatif.
Oleh karena itu dalam wacana
metodologi penelitian, umumnya diakui terdapat dua paradigma utama dalam
metodologi penelitian yakni paradigma
positivist (penelitian kuantitatif) dan paradigma naturalistik (penelitian
kualitatif), ada ahli yang memposisikannya secara diametral, namun ada juga
yang mencoba menggabungkannya baik dalam makna integratif maupun bersifat
komplementer, namun apapun kontroversi yang terjadi kedua jenis penelitian
tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/teoritis
maupun dalam tataran praktis
pelaksanaan penelitian, dan justru
dengan perbedaan tersebut akan nampak kelebihan dan kekurangan masing-masing,
sehingga seorang peneliti akan dapat lebih mudah memilih metode yang akan
diterapkan apakah metode kuantitatif atau metode kualitatif dengan
memperhatikan obyek penelitian/masalah yang akan diteliti serta mengacu pada
tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Meskipun dalam tataran
praktis perbedaan antara keduanya seperti nampak sederhana dan hanya bersifat
teknis, namun secara esensial keduanya
mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian
kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivisme,
sementara itu penelitian kualitatif merupakan
pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Untuk lebih memahami landasan filosofis kedua
paham tersebut, berikut ini akan diuraiakan secara ringkas kedua aliran faham
tersebut.
1.1. Positivisme
Positivisme merupakan aliran
filsafat yang dinisbahkan/ bersumber dari
pemikiran Auguste Comte seorang folosof yang lahir di Montpellier Perancis
pada tahun 1798, ia seorang yang sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan
sumbangan dari murid dan teman-temannya antara lain dari folosof inggeris John Stuart Mill
(juga seorang akhli ekonomi), ia meninggal pada tahun 1857. meskipun demikian
pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan dalam
tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus
filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik
positif).
1.2. Fenomenologi
Dalam faham
fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl, bahwa kita harus kembali
kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), obyek-obyek harus
diberikan kesempatan untuk berbicara
melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau).
Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan melainkan asal kenyataan, dia menolak
bipolarisasi antara kesadaran dan alam,
antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi
obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan
hakekat obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap hakekat
obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang
mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu: Reduksi pertama. Menyingkirkan segala
sesuatu yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala
yang harus diajak bicara. Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh
pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan
hipotesis yang sudah ada Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi
pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk
sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini
berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihaaaatkan dirinya
sendiri/dapat menjadi fenomin:
Dalam pandangan
positivisme dari sudut ontologi meyakini bahwa realitas merupakan suatu yang
tunggal dan dapat dipecah-pecah untuk
dipelajari/dipahami secara bebas, obyek yang diteliti bisa dieliminasikan dari
obyek-obyek lainnya, sedangkan dalam pandangan fenomenologi kenyataan itu
merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu
konteks natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi.
Dari sudut
epistemologi, positivisme mensyaratkan adanya dualisme antara subyek peneliti
dengan obyek yang ditelitinya, pemilahan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh
hasil yang obyektif, sementara itu dalam pandangan Fenomenologis subyek dan
obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif bersama dalam memahami berbagai gejala.
Dari sudut aksiologi, positivisme mensyaratkan agar penelitian itu bebas nilai
agar dicapai obyektivitas konsep-konsep dan hukum-hukum sehingga tingkat
keberlakuannya bebas tempat dan waktu, sedangkan dalam pandangan fenomenologi
penelitian itu terikat oleh nilai sehinggan hasil suatu penelitian harus
dilihat sesuai konteks.
0 komentar:
Posting Komentar