Senin, 27 Januari 2014

Pesona Gunung Bromo dan Suku Tengger

Alkisah, pada zaman dahulu kala ada putri raja Brawijaya Permaisuri Kerajaan majapahit. Namanya Rara Anteng karna situasi dalam Kraton Kerajaan Majapahit memburuk, untuk itu Rara Anteng mencari persembunyian yang lebih aman, dan iapun kemudian pergi ke pegunungan Bromo. Di desa Krajan ia singgah satu windu, kemudian Rara Anteng melanjutkan perjalanan ke penanjakan ia menetap di penanjakan dan mulai bercocok tanam dengan para punggawanya, bertahun tahun Rara anteng menetap di penanjakan kemudian iapun bertemu dengan Resi Dadap seorang pendeta yang bermukim di Pegunungan Bromo,dengan tidak sengaja Rara anteng diangkat anak oleh pendeta tersebut.
            Sementara itu putra Brahmana Jaka Seger dari kerajaan Majapahit mengasingkan diri karna situasi kerajaan memburuk sebab urusan politik,di samping mengasingkan diri Jaka Seger juga mencari pamannya yang tinggal di sekitar pegunungan Bromo, lambat laun Jaka Seger mendapat informasi bahwa adanya orang-orang Majapahit menetap di Penanjakan, kemudian Jaka Seger melanjutkan perjalanannya sampai  Penanjakan. Tak di sangkah pula Jaka Seger tersesat ketika melanjutkan perjalanannya ke penanjakan dan kemudian ia bertemu dengan Rara Anteng yang segera mengajaknya ke kediamanya,sungguh tak terduga Rara Anteng di tuduh main serong dengan Jaka Seger oleh para pinesepuhnya. Jaka Seger membela Rara Anteng dan menyatakan hal itu tidak benar, entak bagaimana tanggapan pinesepuhnya mengenai hal tersebut, justru dengan tuduhan itu Jaka Seger mengungkapkan isi hatinya bahwa dengan tulus ia mencintai Rara Anteng kemudian melamarnya dan lamaranpun diterima dengan suka hati, Resi Dadap patih mengesahkan perkawinan dua insan sejati.
            Sewindu (lima tahun) sudah perkawinan mereka namun tak urung jua di karuniai buah hati, nelongso rasane ati sak mene suwene kok urong ndue bayi (merana rasanya hati begitu lama masih belum punya momongan) dengan begitu iapun mempunyai isyarat untuk bertapa 6 tahun lamanya dan setiap tahunnya berganti arah.Sang Hyang Widi Wasa kemudian menanggapi semedi mereka. Dari puncak Gunung Bromo mengeluarkan cahaya bertanda bahwa semedi mereka terdengar oleh Sang Hyang Widi Wasa, kemudian cahaya tersebut menusuk ke jiwa Jaka Seger dan Rara Anteng, terdengar bahwa ada pawisik mereka akan di karuniai anak tapi dengan satu syarat anak yang terakhir harus di korbankan di Kawah Gunung Bromo.
            Dua insan sejati dikaruniai 25 anak sesuai dengan permohonannya dan anak yang terakhir bernama Raden Kusuma, karna penduduk pegunungan Bromo masih sedikit. Entah apa yang terjadi kemudian???           
Bertahun-tahun Gunung Bromo terus mengelurkan semburan api sebagai tanda janji mereka dahulu harus di tepati, namun pasangan legendaries tersebut sangat tidak rela kalau putra bungsunya Raden Kusuma di jadikan korban Sang Hyang Widi Wasa. Lanjut cerita Raden Kusuma di sembunyikan di Desa Ngadas Namun semburan api dari Gunung Bromo sampai Desa Ngadas. Akhirnya Raden Kusuma lantas pergi ke Gunung Bromo, dari kawah Gunung Bromo terdengar suara Raden Kusuma supaya saudara-saudaranya hidup rukun, ia rela berkorban sebagai wakil dari saudara-saudaranya dan masyarakat setempat, ia berpesan bahwa setiap bulan kasada (kasodoan) tanggal 14, minta upeti hasil bumi
         KEELOKAN Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tidak hanya pada panorama alam yang begitu mempesona, tapi juga Suku Tengger-nya sendiri yang mendiami wilayah sekitaran Bromo.Khususnya orang ngadisari sendiri yang sebagai subyek oleh penulis itu mempunyai ciri khas yang berbeda di banding para pendatamg. Suku Tengger memiliki ciri khas khusus pada rona wajah yang mereka miliki. Kulit di sekitar wajah mereka kemerah-merahan, hasil adaptasi dari suhu pegunungan Bromo yang sangat dingin. Boleh juga, ini menjadi pesona tersendiri bagi pelancong yang melirik penduduk asli Bromo ini. Bahkan penulis sendiri merasakan suhu dingin yang sangat segar. Masyarakat Suku Tengger merupakan masyarakat yang sangat plural terutama pada masalah keyakinan spiritual. Terbagi menjadi tiga agama besar, Hindu, Budha dan Islam. Di sepanjang jalan kerap kali penulis menjumpai hal mengusik pandangan mata, sangat di sayangkan jika pemandangan yang begitu mempesona dengan ke elokan Gunung Bromo,desir pasir yang liat, arsitertur keunikan bangunan pura yang megah, hingga terjadi banyaknya kotoran kuda yang berserakan dimana-mana mana, bisa jadi ini menjadi penghambat pejalan kaki bagi para pelancong yang lain untuk menikmati pesona alam dan udara yang segar
         Orang suku tengger sangat mudah dikenali karena selalu menggenakan sarung. Suku Tengger mengenal sarung dengan istilah kawengan. Sarung bagi Suku Tengger adalah baju atau jaket penghangat mereka. Kawengan digunakan untuk menepis serangan angin dingin yang menusuk tulang, selain karena harganya yang murah dan mudah di dapat di mana-mana dibandingkan pakaian hangat yang lain.Walaupun mereka tidak memakai sarung to tidak apa-apa hanya karna suhu yang sangat dingin itu yang menjadi kebiasaan orang Suku Tengger sangat mempertahankan seni dan budaya tradisional. Tarian khas mereka adalah tari sodoran yang kerap kali ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasada.Untuk menjaga adat dan budaya suku tengger khususnya desa ngadisari itu sangat tergantung dari kepala desa (petinggi) yang mampu untuk berjuang melestarikan warganya Dari sisi budaya, jika para pelancong melihat orang Tengger yang memakai giwang (antiang-anting) itu bertanda ia di lahirkan wage entah itu pada hari apa saja, Adapun mengenai pendidikan dalam Desa Ngadisari  sekolahan hanya ada SDN dan Smp PGRI Ngadisari. Jika pada hari sabtu dan Hari besar khususnya pada kalender Tengger itu para siswa di wajibkan memakai  pakaian Adat agar mereka tidak lupa terhadap adatnya sendiri.Seperti apakah pakaian Adat orang Tengger? Pakaian yang dikenakan oleh laki-laki biasanya ia memakai baju warna hitam disini artikan warna hitam adalah kedamaian seperti baju yang nampak biasanya di pakai dalang dalam pertunjukan pementasan wayang untuk bawahanya harus berwarna hitam juga, kemudian kepalanya memakai udeng yang berbatik juga ada yamg memakai udeng namun warnanya merah, salah satu ada juga yang memakai tanda hitam di kepalanya seperti orang Budha, terus ia membawa bunga yang warnanya ada yang merah, putih atau membawa dupha, bagi perempuan ia juga memakai warna hitam dengan ikat pinggang warnanya putih juga ada yang kuning dan diserasikan dengan bawahan batik (sewek)
Orang tengger di kenal sebagai petani tradisional yang tangguh, ia bertempat tinggal berkelompok-kelompok di bukit-bukit yang tidak jauh dari ladang mereka,iapun tidak akan menjual ladang kepada orang lain apalagi terhadap orang luar Bromo, suhu udara yang dingin membuat mereka betah bekerja di ladang sejak pagi hingga sore hari, bagi para pekerja luar yang seperti pak petinggi (lurah) atau yang lainnya jika ia ada waktu ia sempatkan untuk pergi ke ladang, dalam urusan pekerjaan antara wanita dan laki-laki tidak ada bedanya ia pergi ke ladang bersama-sama, akan petapi bagi laki-laki yang ingin berjualan sarung tangan, kerpus dsb, biasanya berangkat malam hari hingga menjelang suara ayam betina berkokok. Presentase penduduk yang bermata pencarian sebagai petani ladang sangat besar, yakni (95%) sedangkan sebagian kecil dari mereka (5%) hidup menjadi pegawai Negeri,buruh, pedagang dan usahu jasa menyewakan tunggangan kuda yang ingin merasakan desir pasir Bromo yang liat baik dalam maupun luar negeri, juga menjadi supir Hard top (jeep) dan juga menyewakan kamar (vila) bagi para wisatawan. Hasil pertanian yang utama adalah, sayur mayor seterti, wortel,gubis, bawang merah, bawang prei, kentang, lahan mereka juga cocok untuk tanaman jagung namun sedikit dari mereka menanam jagung karna nilai ekonominya rendah kemudian diganti dengan sayur mayur. Meskipun begitu sebagian dari lahan mereka masih di Tanami jagung karna tidak semua orang tengger mengganti makanan pokoknya dengan beras.Hanya saja untuk menanam jagung di butuhkan waktu yang cukup lama kurang lebih 9-8 bulan.  Pada awalnya jagung adalah makanan khas orangTengger sampai sekarang nasi aron Tengger (nasi jagung) masih tercatat sebagai makanan tradisional dalam Khazanah Kuliner Nusantara.

SISTIM KALENDER SUKU TENGGER
Suku Tengger sudah mengenal dan mempunyai sistem kalender sendiri yang mereka namakan Tahun Saka atau Saka Warsa., jumlah usia kalender suku tengger berjumlah 30 hari (masing-masing bulan dibulatkan),tetapi ada perbedaan penyebutan usia hari yaitu antara tanggal 1sampai dengan 15 disebut tanggal hari,dan 15 sampai 30 disebut Panglong Hari (penyebutannya adalah Panglong siji,panglong loro dan seterusnya) . Pada tanggal dan bulan tertentu terdapat tanggal yang digabungkan yaitu tumbuknya dua tanggal. Pada tanggal Perhitungan Tahun Saka. Cara menghitungnya dengan rumus : tiap bulan berlangsung 30 hari, sehingga dalam 12 bulan terdapat 360 hari. Sedangkan untuk wuku dan hari pasaran tertentu dianggap sebagai wuku atau hari tumbuk, sehingga ada dua tanggal yang harus disatukan dan akan terjadi pengurangan jumlah hari pada tiap tahunnya. Untuk melengkapi atau menyempurnakannya diadakan perhitungan kembali setiap lima tahun, atau satu windu tahun wuku. Pada waktu itu ada bulan yang ditiadakan, digunakan untuk mengadakan perayaan Unan-unan, yang kemudian tanggal dan bulan seterusnya digunakan untuk memulai bulan berikutnya, yaitu bulan Dhesta atau bulan ke-sebelas. MECAK (Perhitungan Kalender Tengger ),istilah mecak biasanya digunakan untuk menghitung atau mencari tanggal yang tepat untuk melaksankan Upacara-upacara besar seperti Karo,Kasada maupun Upacara Unan-unan.
Setiap Dukun Sepuh telah mempunyai persiapan atau catatan tanggal hasil Mecak untuk tiap – tiap Upacara yang akan dilaksanakan sampai lima tahun ke depan.

NAMA – NAMA BULAN SUKU TENGGER
1.      KARTIKA : KASA
2. PUSA : KARO
3. MANGGASTRI : KATIGA
4. SITRA : KAPAT
5. MANGGAKALA : KALIMA
6. NAYA : KANEM
7. PALGUNO : KAPITU
8. WISAKA : KAWOLU
9. JITO : KASANGA
10. SERAWANA : KASEPOLOH
11. PANDRAWANA : DESTHA
12. ASUJI : KASADA


Berbagai macam upacara-upacara yang dimilki Suku Tengger.

1.      Upacara Kelahiran.
Upacara ini merupakan rangkaian dari enam macam upacara yang berkait. Pertama, ketika bayi yang berada dalam kandungan telah upacara sesayut. Maksud upacara adalah agar bayi lahir dengan selamat dan lancar. Setelah bayi lahir dengan selamat yang bersangkutan mengadakan upacara sekul brokohan. Ari-ari bayi yang mereka sebut batur ‘teman’ disimpan dalam tempurung, kemudian ditaruh di sanggar. Pada hari ketujuh atau kedelapan setelah kelahiran, yang bersangkutan mengadakan upacara cuplak puser, yakni pada saat pusar telah kering dan akan lepas. Upacara ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang masih tersisa di tubuh bayi agar bayi selamat. Pada waktu diberi nama, keluarga bayi mengadakan selamatan jenang abang dan jenang putih (bubur merah dan bubur putih yang terbuat dari beras). Maksud dari upacara ini juga untuk memohon keselamtan. Upacara kekerik diadakan setelah bayi berumur 40 hari. Dalam upacara ini lidah bayi “dikerik” dengan daun rumput ilalang. Maksud dari upacara ini adalah agar kelak sang anak pandai berbicara. Rangakaian upacara kelahiran yang keenam adalah upacara among-among, yang dilaksanakan setelah bayi berusia 44 hari. Maksud dari upacara ini adalah agar bayi terbebas dari gangguan roh jahat. Bayi tersebut harus “dilindungi”, yaitu diberi mantra pada waktu ia sudah mampu membalik dirinya (tengkurap). Adapun untuk mengenai upacara kelahiran sang Bayi itu di perkirakan menghabiskan dana kurang lebih 15 Juta yang di mulai dari berbagai macam upacara yang di selenggarakan ketika bayi masih dalam kandungan dan biaya perawatan Rumah Sakit. Kemudian jumlah uang tersebut juga di pakai pada saat tilek bayi (menjenguk sang bayi) kemudian orang-orang yang berdatangan melihat bayi, kemudian ketika mau pulang ia di berikan bingkisan yang biasanya isinya kue, roti, dsb,hal ini di lakukan sama dengan orang lain yang melahirkan anaknya, untuk itu orang Tengger khususnya Ngadisari itu kebanyakan dari mereka ikut KB. Karna banyak anak juga banyak biaya yang harus di keluarkan, uang segitu banyaknya hanya di habiskan ketika dalam kandungan sampai bayi bia tengkurep, belum lagi biaya pendidikan .

2.   Upacara kasada
            Upacara Kasada (kasodoan) adalah Hari Raya Kurban bagi Suku Tengger yang  biasanya di selenggarakan pada tanggal, 14,15 atau 16, bulan kasada yakni pada bulan purnama sedang menampakan wajahnya di lazuardi biru. Hari Raya kurban ini merupakan pesan buat leluhur Suku Tengger  yang  bernama Raden Kusuma putra Bungsu Rara Anteng dan Jaka Seger, yang telah merelakan dirinya menjadikan kurban demi kesejahteraan ayah ibu dan para saudaranya. Kasodoan merupakan suatu komunikasi antara manusia dan Sang Hyang Widi Wasa,dan roh-roh halus yang menjaga tengger.Komunikasi itu hanya bisa di lakukan melalui dukun adat pewaris aktif tradisi Suku Tengger.
          Kepergian seorang dukun adat tidak cuma untuk berdo’a saja melainkan juga untuk minta berkah kepada  yang menjaga Gunung Bromo, permintaan tersebut di tujukan pada Dewa Kusuma yang berkorban (dilabuh) kawah Bromo. Selain memintah sesuatu dukun Tengger juga memberikan sesuatu,yaitu melaksanakan amanat Raden Kusuma yang di ucapkan pada masa lalu yang kurang lebihnya bunyinya sebagai berikut.Dulurku sing isih urip ngalam dunya, ngalam padang, mbesuk aku saben wulan kassodo kirimana barang samubarang sing ana rupa tuwuh, rupa shanndang pangan, saanane sandhang pangan sing rika pangan ana ngalam dunya, weruh rasane, apa sing rika suwun mesti katurutan kekarepane rika, ya katurutan panjaluke rika ya mesti kinabulna” (‘’Saudara-saudarku yang masih hidup di dunia, di alam terang,kelak setiap bulan kasada,kirimkan padaku hasil pertaniaanmu, dan makanan yang kalian makan di dunia, agar aku dapat merasakanya. Keinginanmu dan permintaanmu pasti aku kabulkan’’)
          Upacara ini di ikuti oleh seluruh masyarakat Suku Tenger dengan membawa Ongkek ( biasanya di pikul dan berisi Tandur Tuwuh Bumi Tengger/ternak peliharaan/ayam,kebo,sapi dsb) untuk di labuhkan di kawah Bromo, sebelum di labuhkan lenih dahulu Ongkek tersebut diberi jepa-jepu mantra (do’a) kepada Dukun adat yang sudah berada di pura (Poten) lautan Pasir Gunung Bromo baru setelah itu di labuhkan. Selain melakukan ritual lelabuhan pada saat upacara kasada, juga di adakan ujian Molunen bagi Dukun Baru (ujian membaca Mantra dalam ujian tidak boleh salah bahkan keliru kerena hal tersebut merupakan syarat utama bagi Dukun lulus dan tidaknya Sang Dukun)

3.    Upacara karo.
          Perayaan karo atau hari Raya karo jatuh pada bulan kedua dalam kalender Suku Tengger. Upacara tersebut sangat mirip dengan Hari Raya Idul Fitri (lebaran) yag di rayakan bagi Umat Islam. Pada hari raya tersebut orang Tengger saling berkunjung ke sanak saudaranya maupun tetangganya,untuk memberikan ucapan karo dan salimg bermaaf-maafan. Prayaan ini di laksanakan berlangsung selam satu sampai dua minggu lamanya. Selama waktu itu banyak binatang ternak  yang di sembelih, kebanyakan ayam,kambing,sapi,kebo,babi, disembelih untuk dinikmati dagingnya. Bagi keluarga yang kurang mampu dalam perayaan upacara ini untuk pengadaan ternak itu dilakukan dengan cara patungan. Dengan demikian untuk menilik (sambang) kesanak famili atau tetangga,jika tidak memakan makanan yang telah di hidangkan maka itu sepeti menghina makanan tersebut kurang enak sehigga ia tidak mau memakannya,
            Bagi orang Tengger, upacara karo sangat dinanti-nantikan, perayaan yang berlangsung hampir dua minggu tersebut  merupakan suasana penuh dengan duka cita dan pesta pora.Seolah olah orang Tengger ingin menebus segal kecapekan dalam bekerja selama satu tahun penuh. Seluruh masyarakat Tengger baik tua, muda, besar, kecil. Hindhu, Kristen maupun islam menyatu dalam suka cita perayaan karo ini.

4.Upacara Unan-Unan.
Upacara ini diselenggarakan sekali dalam sewindu. Sewindu menurut kalender Tengger bukan 8 tahun melainkan 5 tahun. Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan desa dari gangguan makhluk halus dan menyucikan para arwah yang belum sempurna agar dapat kembali ke alam asal yang sempurna, yaitu Nirwana. Kata unan-unan berasal dari kata tuna ‘rugi’, maksudnya upacara ini dapat melengkapi kekurangan-kekurangan yang diperbuat selama satu windu. Dalam upacara ini orang Tengger menyembelih kerbau sebagai kurban.

5. Upacara Entas-Entas.
 Upacara ini dimaksudkan untuk menyucikan roh orang yang telah meninggal dunia pada hari ke-1000 agar supaya dapat masuk surga. Biaya upacara ini sangat mahal karena penyelenggara harus mengadakan selamatan besar-besaran dengan menyembelihkerbau. Sebagian daging kerbau tersebut dimakan dan sebagian dikurbankan.

6. Upacara Pujan Mubeng.
 Upacara ini diselenggarakan pada bulan kesembilan atau Panglong Kesanga, yakni pada hari kesembilan sesudah bulan purnama. Warga Tengger, tua-muda, besar-kecil, berkeliling desa bersama dukun mereka sambil memukul ketipung. Mereka berjalan dari batas desa bagian timur mengelilingi empat penjuru desa. Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana. Perjalanan keliling tersebut diakhiri dengan makan bersama di rumah dukun. Makanan yang dihidangkan berasal dari sumbangan warga desa.

7. Upacara Tugel Kuncung
Upacara ini sama  dengan sama saperti aqiqo yang bagi  orang Islam Cuma ini dilakukan pada bayi masih kecil sedangkan dalam Islam bias di lakukan ketika bayi itu sudah besar, atau tugel gombak diselenggarakan oleh orang Tengger ketika anak mereka berusia 4 tahun. Rambut bagian depan anak yang bersangkutan dipotong agar ia senantiasa mendapat keselamatan dari Hyang Widhi Wasa.

8. Upacara Perkawinan
orang Tengger dilaksanakan berdasarkan perhitungan waktu yang ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengan saptawara atau pancawara kedua calon pengantin. Selain menggunakan perhitungan saptawara dan pancawara, dukun juga menggunakan perhitungan nasih berdasarkan sandang (pakaian), pangan (makanan), lara (sakit), dan pati (kematian). Hari perkawinan harus menghindari lara dan pati. Jika terpaksa jatuh pada lara dan pati, harus daidakan upacara ngepras, yaitu membuat sajian yang telah diberi mantra oleh dukun dan kemudian dikurbankan. Agar tetap selamat, mereka yang hari perkawinannya jatuh pada lara dan pati harus melaksanakan upacara ngepras setiap tahun. Puncak dari upacara perkawinan adalah upacara walagara, yakni akad nikah yang dilaksanakan oleh dukun. Dalam upacara walagara dukun membawa secawan air yang dituang ke dalam prasen, diaduk dengan pengaduk yang terbuat dari janur atau daun pisang dan kemudian diberi mantra. Selanjutnya mempelai wanita mencelupkan telunjuk jarinya ke dalam air tersebut dan mengusapkannya pada tungku, pintu, serta tangan para tamu, dengan maksud agar pada tamu memberi doa restu.

9. Upacara Kematian
diselenggarakan secara gotong royong. Para tetangga memberi bantuan perlengkapan dan keperluan untuk upacara penguburan. Bantuan spontanitas tersebut berupa tenaga, uang, beras, kain kafan, gula, dan lain-lain yang disebut nglawuh. Setelah dimandikan mayat diletakkan di atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dari prasen kepada jenazah sambil mengucapkan doa kematian. Sebelum kuburan digali, dukun lebih dulu menyiramkan air dalam bumbung yang telah diberi mantra. Tanah yang tersiram air itulah yang digali untuk liang kubur. Mayat orang Tengger dibaringkan dengan kepala membujur ke selatan
ke arah Gunung Bromo. Petang harinya keluarga yang ditinggalkan mengadakan selamatan. Orang yang telah meninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebut bespa, terbuat dari bunga dan dedaunan. Bespa diletakkan di atas balai-balai bersama berbagai macam sajian.

10. Upacara Barikan
 diadakan setelah terjadi gempa bumi, bencana alam, gerhana, atau peristiwa lain yang mempengaruhi kehidupan orang Tengger. Jika kejadian-kejadian alam tersebut memberi pertanda buruk maka lima atau tujuh hari setelah peristiwa tersebut orang Tengger mengadakan upacara barikan agar diberi keselamatan dan dapat menolak bahaya (tolak sengkala) yang bakal datang. Sebaliknya apabila kejadian-kejadian alam tersebut menurut ramalan berakibat baik, upacara barikan juga diadakan sebagai tanda terima kasih kepada Hyang Maha Agung. Dalam upacara barikan seluruh warga berkumpul dipimpin oleh kepala desa dan dukun mereka. Biaya upacara barikan ditanggung oleh seluruh warga desa.

11. Upacara Liliwet
 adalah upacara untuk kesejahtaraan keluarga. Upacara ini diadakan di setiap rumah penduduk. Dalam upacara ini dukun memberi mantra seluruh bagian rumah termasuk pekarangan agar terhindar dari malapetaka. Tempat tempat yang diberi mantra adalah dapur, pintu, tamping, sigiran dan empat penjuru pekarangan. Sebelum upacara liliwet diadakan biasanya orang Tengger tidak memulai menggarap ladangnya.

12. UPACARA MEGENG DUKUN.

Upacara ini bersifat pribadi yaitu dilakukan oleh orang yang akan melakukan ritual untuk menjadi Dukun.sedangkan tahapan-tahapan seseorang agar dapat menjadi Dukun adalah sebagai berikut:
Syarat menjadi dukun antara lain adalah : (1) Hafal secara lisan dan makna mantra-mantra Tengger (2) berkemampuan, tekun, mampu menggali legenda, memiliki kedalaman ilmu, dan bertempat tinggal dekat dengan lokasi; (3) Berkelakuan baik,sopan santun dan bermoral tinggi (4) disetujui oleh masyarakat melalui musyawarah; dan (5) Lulus ujian Mulunen yang diadakan pada saat Upacara Kasada (6) diangkat oleh petinggi ( Kepala Desa). Untuk memperkuat karisma dan wibawa, seorang dukun diwajibkan menjalankan laku tertentu. Pada setiap bulan Kapitu                ( tujuh)/Palguno seorang calon dukun diwajibkan melakukan puasa mutih, yaitu puasa selama satu bulan tidak makan garam, gula, dan tidak kumpul dengan istri. Kerja sehari- hari tetap dilaksanakan, hanya dibatasi waktunya supaya tidak terlalu lelah. Laku mutih ini diibaratkan sebagai pengasah kemampuan batiniah yang bersifat spiritual. Diibaratkan seperti pisau, untuk menjadi tajam harus diasah. Untuk dapat menjadi dukun diharuskan menguasai adat dan mantra-mantra yang dibaca atau diucapkan pada berbagai upacara adat. Pada umumnya dipandang bahwa seseorang bisa menjadi dukun setelah mencapai umur 40 tahun dan menguasai adat serta berbagai mantranya. Mantra-mantra tersebut dulu diwariskan secara lisan, akan tetapi sekarang di samping lisan diusahakan melalui tulisan,

0 komentar:

Posting Komentar