UTS ( Take Home Exam) Psikologi Kepribadian
1. Sturktur kepribadian menurut Dollard
dan Miller :
Struktur kepribadian
Kebiasaan
(habit) adalah satu-satunya elemen dalam teori Dollard dan Miller yang
memiliki sifat struktural. Habit adalah ikAtan atau asosiasi antara
stimulus dengan respon, yang relative stabil dan bertahan lama dalam
kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang tergantung pada event khas
yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara.
Maksudnya, kebiasaan hari ini mungkin berubah berkat pengalaman baru keesokan
harinya. Dollard dan Miller menyerahkan kepada ahli lain rincian perangkat habit
tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan
bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau hasilnya. Namun
mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal
dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umum juga
berbentuk verbal. Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary
drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relative
stabil. Dorongan primer (primary drives) dan hubungan stimulus-respon
yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian,
walaupun kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder, karena
dorongan primer dan hubungan stimulus-respon bawaan ini menentukan taraf umum
seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik.
Dollard
dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-unsur
yang relatif tidak berubah dalam kepribadian, tetapi berminat pada proses
belajar dan perkembangan kepribadian. Kebiasaan adalah konsep struktural kunci
dalam teori ini sebagaimana telah dijelaskan dalam eksperimen bahwa kebiasaan
merupakan asosiasi antara stimulus (baik eksternal maupun internal) dan respon.
Susunan dari kebiasaan yang telah dipelajari tersebut membentuk kepribadian.
Sejumlah kebiasaan melibatkan respon
internal yang membangkitkan stimulus internal yang bersifat dorongan (drive).
Dorongan itu sendiri merupakan stimulus yang cukup kuat untuk mengaktifkan
perilaku. Dorongan terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Dorongan Primer (primary drives)
Adalah
dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kondisi fisik atau fisiologis, seperti
lapar, haus, seks, dan sebagainya. Dorongan primer ini dianggap kurang penting
oleh Dollard dan Miller dalam tingkah laku manusia karena fungsinya telah
tergantikan oleh dorongan sekunder.
- Dorongan Sekunder (secondary drives)
Merupakan
asosiasi pemuasan dari dorongan primer, seperti kecemasan, rasa takut, gelisah,
dan sebagainya. Dorongan sekunder ini dibandingkan dengan dorongan primer
dianggap memiliki peranan yang lebih penting dalam tingkah laku manusia karena
lebih tampak secara nyata dan dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang
bersifat menetap.
Dinamika Kepribadian
Motivasi – Dorongan (Motivation –
Drives)
Dollard
dan Miller sangat memerhatikan motivasi atau drive. Mereka tidak
menggambar atau mengklasifikasi motif tertentu, tetapi memusatkan perhatiannya
pada motif-motif yang penting, seperti kecemasan. Dalam menganalisa
perkembangan dan elaborasi kecemasan inilah mereka berusaha menggambarkan
proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif. Dalam kehidupan manusia
banyak sekali muncul dorongan yang dipelajari (secondary drives) dari
atau berdasarkan dorongan primer seperti lapar, haus dan seks. Dorongan yang
dipelajari itu berperan sebagai wajah semu yang fungsinya menyembunyikan
dorongan bawaan. Kenyataannya, di masyarakat Barat yang modern, dari pengamatan
sepintas terhadap masyarakat dewasa, pentinganya dorongan primer sering tidak
jelas. Sebaliknya, yang kita lihat adalah dampak dari dorongan yang dipelajari
seperti kecemasan, malu dan kebutuhan kepuasan. Hanya dalam proses perkembangan
masa anak-anak atau dalam periode krisis dapat dilihat jelas beroperasinya
dorongan primer. Dollard dan Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan
primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang
primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder. Misalnya
senyum orang tua secara bijak terus menerus dihubungkan dengan aktivitas
pemberian makanan, penggantian popok dan aktivitas yang memberi kenyamanan
lainnya: ”senyum” akan menjadi hadiah sekunder yang sangat kuat bagi bayi
sampai dewasa.
Penting
diperhatikan bahwa kemampuan hadiah/penguat sekunder untuk memperkuat tingkah
laku itu tidak tanpa batas. Hadiah/penguat sekunder lama kelamaan menjadi tidak
efektif , kecuali kalau hadiah/penguat sekunder itu kadang masih berlangsung
bersamaan dengan penguat primer.
Dollard
dan Miller setuju dengan Freud yang memandang kecemasan adalah tanda bahaya,
semacam antisipasi menghindari rasa sakit (yang pernah dialami pada masa lalu).
Behaviorisme menjelaskan perolehan kecemasan sebagai tanda bahaya itu melalui
proses kondisioning klasik, dan penyebarannya ke dalam pribadi dijelaskan melalui
perolehan reinforsemen dan generalisasi stimulus.
Proses Belajar
Dollard
dan Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Peralatannya adalah
kotak yang dasarnya diberi aliran listrik yang menimbulkan rasa sakit. Kotak
itu diberi sekat yang dapat diloncati tikus, sisi satu diberi warna putih dan
sisi lain diberi warna hitam. Dibunyikan bel bersamaan dengan pemberian kejutan
listrik pada kotak putih yang membuat tikus kesakitan, yang segera dihentikan
kalau tikus itu meloncat dari kotak putih ke kotak hitam. Ternyata sesudah
terjadi proses belajar, warna kotak yang putih dan atau bunyi bel saja (tanpa
kejutan listrik) telah membuat tikus meloncati sekat. Ini adalah reaksi takut
terhadap rasa sakit. Percobaan ditingkatkan dengan menutp sekat dan memasang
pengumpil yang harus ditekan tikus agar pintu penghubung ke sekat hitam terbuka
(tikus bisa lari ke kotak hitam yang bisa bebas dari kejutan listrik dan bel
berhenti). Ternyata kemudian tikus berhenti berusaha menabrak sekat (yang tidak
dapat diloncati lagi), dan menemukan cara baru yakni menekan pengumpil untuk
membuaka pintu sekat. Eksperimen ini mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar
yakni;
- Classical
conditioning (tikus terkondisi merespon bel
sebagai tanda aka nada kejutan listrik)
- Instrumental
learning (tikus belajar respon meloncati
sekat sebagai instrumental menghindari rasa sakit)
- Extinction
(tingkah laku meloncat tidak dilakukan lagi,
diganti dengan menekan pengumpil)
- Tampak
pula primary drive (rasa sakit dan tertekan) memunculkan learned
atau secondary drive (rasa takut) yang kemudian memotivasi
tingkah laku organisme bahkan ketika sumber rasa sakit sudah tidak muncul.
Dari
eksperimen-eksperimennya, Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa sebagian besar
dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa
takut dan anxiety. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar
orang harus menginginkan sesuatu, mengenali sesuatu, mengerjakan sesuatu dan
mendapat sesuatu (want something, notice something, do something, get
something). Inilah yang kemudian menjadi empat komponen utama belajar,
yakni drive, cue, response dan reinforcement.
- Drive
adalah stimulus (dari dalam diri organisme) yang mendorong terjadinya
kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatannya. Kekuatan drives
tergantung kekuatan stimulus yang memunculkannya. Semakin kuat drivenya,
semakin kuat tingkah laku yang dihasilkannya.
- Cue
adalah stimulus yang member petunjuk perlunya
dilakuakn respon yang sesungguhnya. Pengertian cue mirip dengan
pengertian realitas subjektif dari Rogers, yakni cue adalah
petunjuk yang ada pada stimulus sepanjang pemahaman subjektif individu.
- Response
adalah aktivitas yang dilakukan seseorang.
Menurut Dollard dan Miller, sebelim suatu respon dikaitkan dengan suatu
stimulus, respon itu harus terjadi terlebih dahulu. Dalam situasi
tertentu, suatu stimulus menimbulkan respon-respon yang berurutan, disebut
initial hierarchy of response. Belajar akan menghilangkan beberapa
respon yang tidak perlu, menjadi resultant hierarchy yang
lebih efektif mencapai tujuan yang diharapkan.
- Reinforcement
maksudnya agar belajar terjadi, harus ada reinforcement
atau hadiah. Dollard dan Miller mendefinisikan reinforcement
sebagai drive pereda dorongan (drive reduction). Event yang
hanya meredakan sebentar stimuli pendorongnya akan memperkuat respon
apapun yang terlibat. Bisa dikatakan, reduksi drive menjadi syarat
mutlak dari reinforcement. Hipotesis mengenai reduksi drive
ini menimbulkan kontroversi, dan Miller sendiri terus berusaha mencari
pembenarannya.
Proses Mental yang Lebih Tinggi
Perluasan Stimulus – Respon
Dollard
dan Miller memperluas apa yang dimaksud dengan stimulus – respon,. Untuk contoh
kasus, seorang pilot yang pesawatnya meledak karena diserang musuh, kemudian
sang pilot menjadi fobia, takut terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pesawat
dan pertempuran. Konsep drive, cue, response dan reinforcement menjadi
kurang tepat karena stimuli penyebab takut bukan lagi suara ledakan, tetapi
juga pikirandan ingatan tentang pesawat dan ledakannya. Sehingga teori belajar
bukan hanya menjelaskan tingkah laku yang sederhana, tetapi juga hal-hal yang
makna dan terapannya berkaitan dengan persoalan kepribadian yang kompleks.
Pakar
teori belajar tradisional umumnya beranggapan bahwa mengaburkan objektivitas
dari definisi stimulus dan respon akan membuat teori belajar menjadi berbahaya
yang sama dengan yang dihadapi psikoanalisis yakni; menjkadi sangat tidak
cermat dan menipu. Namun perluasan pengertian itu membuat teori belajar
tradisional terhindar dari objektivitas yang steril.
Generalisasi Stimulus
Menurut
Dollard dan Miller, ada dua tipe interaksi individu dengan lingkungannya.
Pertama, interaksi yang umumnya memiliki respon berdampak segera (immediate
effect) terhadap lingkungan dan dituntun oleh cue atau situasi
tunggal. Kedua, respon menghasilkan isyarat (cue producing response)
yang fungsi utamanya membuka jalan terjadinya generalisasi atau diskriminasi.
Respon
yang dipelajari dalam dalam kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai
untuk menjawab stimulus lain yang bentuk atau wujud fisiknya mirip. Ini disebut
generalisasi stimulus (stimulus generalization). Semakin mirip stimulus
lain itu dengan stimulus aslinya, peluang terjadinya generalisasi tingkah laku,
emosi, pikiran atau sikap semakin besar. Pada manusia, bisa terjadi
generalisasi mediasi (mediated stimulus generalization), yakni
generalisasi karena stimulus lain dengan stimulus asli dimasukkan ke dalam
klasifikasi yang sama berdasarkan alasan (reasoning) tertentu, atau
diberi label (nama) yang sama.
Reasoning
Cue
Producing Response itu umumnya terjadi melalui sejumlah
event internal yang disebut alur berpikir (train of thought). Reasoning
pada dasarnya merupakan pengganti perbuatan nyata menjadi Cue Producing
Response internal yang lebih efisien untuk memecahkan masalah daripada
mencoba-coba. Reasoning memungkinkan orang menguji alternatif respon
tanpa benar-benar mencobanya, sehingga menyingkat proses memilih tindakan pada
masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif. Lebih
lanjut, urutan berpikir itu dapat dipandang sebagai hubungan stimulus-respon
dalam kondisioning klasik.
Bahasa (Ucapan, Pikiran, Tulisan Maupun
Sikap Tubuh)
Merupakan
respon isyarat yang penting sesudah reasoning. Dua fungsinya yang
penting sebagai respon isyarat adalah generalisasi dan diskriminasi. Dengan
member label yang sama terhadap dua atau lebih event yang berbeda, terjadi
generalisasi untuk meresponnya secara sama. Sebaliknya, label yang berbeda
terhadap event yang hampir sama memaksa orang untuk merespon event itu secara
berbeda pula. Perbedaan antara stimuli dipengaruhi oleh factor sosiokultural.
Dollard
dan Milller sangat mementingkan peran bahasa dalam motivasi, hadiah dan
pandangan ke depan. Kata mampu membangkitkan drive dan memperkuat atau
member jaminan. Kata dapat berfungsi sebagai pengatur waktu, maksudnya kata
dapat menguatkan tingkah laku sekarang secara verbal dengan menggambarkan
konsekuensi masa yang akan datang. Jelasnya, intervensi verbal terhadap drive-cue-response-reinforcement
telah membuat tingkah laku manusia menjadi semakin kompleks. Tanpa kata atau
pikiran untuk mendukung motivasi lintas waktu, tingkah laku mungkin menjadi
kurang konsisten dan kurang fleksibel.
Secondary Drives
Dalam
masyarakat yang modern yang kompleks, tingkah laku tidak semata-mata diatur
oleh penguat primer (misalnya, makanan dan air). Kehidupan manusia modern
dibentuk oleh perjuangan memeroleh prestise, status, kebahagiaan, kekayaan,
ketergantungan, dan sebagainya. Menurut Dollard dan Miller, stimulus atau cue
apapun yang sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer, dapat menjadi reinforcement
sekunder.
Umumnya drive sekunder bersifat
rentan, manakala drive itu berulang-ulang gagal menjadi reinforcement,
drive itu menjadi lemah. Anak yang gagal mendapat pujian orang tua karena
usahanya tidak mencapai prestasi yang diharapkan, sering berakibat anak menjadi
bosan dan menolak berusaha mendapat pujian. Pada drive primer itu tidak
terjadi. Namun ada juga drive sekunder yang sangat mantap, bahkan lebih
kuat dibandingkan dengan drive lapar dan rasa sakit fisik. Misalnya
nilai kebenaran dan integritas tetap dipertahankan (sebagai sumber reinforcement)
sampai mati.
Model Konflik
Formulasi
tingkah laku konflik dari Dollard Miller sangat terkenal. Tidak ada seorang pun
yang kalis dari konflik berbagai motif dan kecenderungan, dan konflik yang
parah sering mendasari tingkah laku menyedihkan dan simptom neurotik, karena
konflik itu membuat orang tidak dapat merespon secara normal dapat meredakan drives
yang tinggi. Ada tiga bentuk konflik, yakni konflik approach-avoidance (orang
dihadapkan dengan pilihan nilai positif dan negatif yang ada di satu situasi),
konflik avoidance-avoidance (orang dihadapkan dengan dua pilihan yang
sama-sama negatif), dan konflik approach- approach (orang dihadapkan
dengan pilihan yang sama-sama positif). Ketiga konflik itu yang mengikuti lima
asumsi dasar mengenai tingkah laku konflik berikut:
- Kecenderungan
mendekat (Gradient of Approach); kecendrungan mendekati tujuan
positif semakin kuat kalau orang semakin semakin dekat dengan tujuannya
itu.
- Kecenderungan
menghundar (Gradient of Avoidance); kecenderungan menghundar dari
stimulus negatif semakin kuat ketika orang semakin dekat dengan stimulus
negative itu. Dua asumsi diatas sebagian dapat dijelaskan dari prinsip
yang lebih mendasar, yakni kecenderungan mendapat perkuatan (Gradient
of Reinforcement) dan generalisasi stimulus (Stimulus
Generalization). Pengertian kecenderungan mendapat perkuatan: hadiah
dan hukuman yang segera diberikan memberi dampak lebih besar dibanding
menundanya. Semakin dekat ke tujuan, kenikmatan sebagai dampak dari
pencapaian tujuan itu akan semakin segera diperoleh. Sedang generalisasi
stimulus adalah fenomena; semakin jelas tujuannya, terjadi proses
generalisasi tujuan sebagai stimulus, dan semakin kuat stimulus itu
mendorong terjadinya respon yang sesuai.
- Peningkatan
gradient of avoidance lebih besar dibanding gradient of approach.
- Meningkatnya
dorongan yang berkaitan dengan mendekat atau menghindar akan meningkatkan
tingkat gradient. Jadi meningkatnya motivasi akan memperkuat gradient
mendekat atau gradient menjauh pada semua titik jarak dari tujuan.
Hal sebaliknya akan terjadi kalau dorongannya menurun.
- Jikalau
ada dua respon yang bersaing, yang lebih kuat akan terjadi.
Ketidaksadaran
Dollard
dan Miller memandang penting faktor ketidaksadaran, tetapi formula analisis
asal muasal factor ini berbeda denga Freud. Dollard dan Miller membagi isi-isi
ketidaksadaran menjadi dua. Pertama ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah
disadarai, sperti stimuli, drive dan respon yang dipelajari bayi sebelum
bisa berbicara sehingga tidak memiliki label verbal. Juga apa yang dipelajari
secara nonverbal, dan detil dari berbagai keterampilan motorik. Kedua, berisi
apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari
karena adanya represi. Orang belajar melakuakan represi, atau menolak
memikirkan sesuatu yang menakutkan, rasa takut akan berkurang. Kurangnya rasa
takut itu dapat dipandang sebagai suatu reinforcement dari tingkah laku
tidak memikirkan (represi) hal yang menakutkan. Orang kemudian memiliki repertoire
tingkah laku tidak mudah takut.
Kesadaran
verbal sangat penting, karena label verbal sangat esensial dalam proses
belajar. Generalisasi dan diskriminasi lebih efisien dengan memakai symbol
verbal. Jika tanpa label maka kita dipaksa untuk bekerja dengan tingkat
intelektual yang primitif. Kita harus terikat dengan ikatan stimulus yang
nyata, dan tingkah laku kita mirip dengan tingkah laku bayi atau binatang yang
tidak berbahasa.
2. Habit yang paling
penting pada manusia menurut Miller:
Pengulangan
(repetition) merupakan kunci untuk mengembangkan kebiasaan yang baik. Telah kita ketahui, suatu kebiasaan adalah pertautan atau asosiasi
antara suatu stimulus (isyarat) dan suatu respon. Asosiasi-asosiasi yang
dipelajari atau kebiasaan-kebiasaan bisa terbentuk tidak hanya antara
stimulus-stimulus eksternal dan respon-respon terbuka, tetapi juga antara
stimulus-stimulus dan respon-respon internal. Bagian terbesar teori mereka
adalah mengenai penetapan kondisi-kondisi dalam mana kebiasaan-kebiasaan
diperoleh dan dihapus atau diganti, dan hanya sedikit atau sama sekali tidak
menyinggung penggolongan kebiasaan-kebiasaan atau penyusunan daftar
aneka-ragam kebiasaan penting yang diperlihatkan orang-orang.
Meskipun kepribadian terutama terdiri dari kebiasaan-kebiasaan, namun struktur
khusus kebiasaan-kebiasaan itu akan tergantung pada peristiwa-peristiwa unik
yang pernah dialami oleh individu yang bersangkutan. Selanjutnya, struktur ini
hanya bersifat sementara kebiasaan-kebiasaan seseorang hari ini dapat berubah
sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang diperolehnya keesokan harinya.
Dollard dan Miller merasa cutup menentukan prinsip-prinsip yang mengatur
pembentukan kebiasaan dan menyerahkan kepada masing-masing klinikus atau
peneliti tugas untuk menentukan kebiasaan-kebiasaan khas orang-seorang. Akan
tetapi, mereka berusaha menekankan dengan panjang lebar bahwa segolongan
kebiasaan-kebiasaan yang penting bagi manusia dihasilkan oleh stimulus-stimulus
verbal, apakah stimulus-stimulus itu dihasilkan oleh orang-orang itu sendiri
atau oleh orang lain, dan bahwa respon-responnya seringkali juga bersifat
verbal.
Sejumlah kebiasaan dapat melibatkan respon-respon internal yang pada
gilirannya membangkitkan stimulus-stimulus internal yang memiliki sifat-sifat
dorongan. (Kita telah memeriksa rasa takut sebagai salah satu contoh dorongan
yang dihasilkan oleh respon dan yang bersifat dipelajari.) Dorongan-dorongan
sekunder ini juga harus dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang
bersifat menetap. Dorongan-dorongan primer dan hubungan-hubungan S-R bawaan
juga merupakan unsur bagi pembentukan struktur kepribadian. Akan tetapi,
dorongan-dorongan primer dan hubungan-hubungan bawaan itu selain kurang penting
dalam tingkah laku manusia dibandingkan dengan dorongan-dorongan sekunder dan
jenis-jenis kebiasaan lainnya, juga menentukan sifat-sifat yang sama-sama
dimiliki oleh semua individu sebagai anggota spesies yang sama, dan bukannya
menentukan keunikan mereka.
3. Fungsi dari
Reasoning
Berpikir (Reasoning) pada hakikatnya
merupakan proses menggantikan perbuatan-perbuatan terbuka dengan respon-respon
internal penghasil isyarat. Maka penalaran jauh lebih efisien daripada
perbuatan terbuka yang bersifat “trial and eror”. Ia tidak hanya berfungsi
sebagai menguji secara simbolis berbagai alternatif, tetapi juag memberikan
kemungkinan untuk mengganti dengan respon-respon yang lebih efektif daripada
alternatif respon terbuka yang mula-mula tersedia. Dengan menggunakan
respon-respon penghasil isyarat, kita bisa mulai dari situasi tujuan dan
bekerja mundur sampai menemukan respon instrumentalnya yang tepat, suatu
langkah yang biasanya tidak mungkin dilakukan dalam belajar gerak. Merencanakan
adalah suatu tipe khusus berpikir, dimana tekanannya terletak pada perbuatan di
masa mendatang.
Supaya kegiatan berpikir atau
merencanakan terjadi, pertama-tama individu harus mampu menahan atau
menangguhkan respon instrumental langsung terhadap stimulus dorongan dan
isyaratnya. Inhibisi inilah yang memberikan respon-respon penghasil isyarat
kesempatan untuk tampil atau bekerja, dan respon berupa “tidak memberi respon”
ini harus dipelajari sama seperti respon baru yang lain. Perlu juga bahwa
respon-respon penghasil isyarat itu efisien dan realistik dan bahwa akhirnya
respon-respon itu melahirkan tindakan-tindakan intrumental atau
tindakan-tindakan terbuka yang tepata dan sesuai.
4. Proses Cue Producing
Response dalam belajar
Cue
Producing Response itu umumnya terjadi melalui sejumlah
event internal yang disebut alur berpikir (train of thought). Reasoning
pada dasarnya merupakan pengganti perbuatan nyata menjadi Cue Producing
Response internal yang lebih efisien untuk memecahkan masalah daripada
mencoba-coba. Reasoning memungkinkan orang menguji alternatif respon
tanpa benar-benar mencobanya, sehingga menyingkat proses memilih tindakan pada
masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif. Lebih
lanjut, urutan berpikir itu dapat dipandang sebagai hubungan stimulus-respon
dalam kondisioning klasik. Reasoning memungkinkan orang menungkat proses
pemilihan tindakan.
Dalam
eksperimen hipotesis yang dilakukan oleh Miller dengan subyek tikus
laboratorium menggunakan sebuah kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel
listrik. Kotak tersebut dibagi menjadi dua ruang dengan sekat sebagai pagar
yang digunakan untuk lompat tikus dengan sebuah bel listrik yang dibunyikan
bersamaan dengan dialiri arus listrik.
Dari
eksperimen yang dilakukan oleh Miller ini akan memunculkan sesuatu yang berupa
dorongan habit dalam teorinya.
Dorongan adalah
konsep motivasional dalam sistem Hullian dan dipandang berfungsi membangkitkan
tingkah laku tetapi tidak menetapkan arahnya. Pada contoh ini, dorongannya
bersifat bawaan atau primer, berdasarkan rasa sakit. Tentu saja, masih ada
sejumlah dorongan primer (primary drives) selain rasa sakit, seperti rasa
lapar, haus, dan seks. Contoh-contoh terakhir, berbeda dengan rasa sakit,
merupakan keadaan-keadaan deprivasi atau kekurangan akibat tertahannya sejenis
stimulus tertentu, seperti makanan, dan akan direduksikan dengan memberi
organisme stimulus yang tepat, bukan dengan menghilangkan stimulasi yang
bersifat membahayakan.
Berikut Skema Teori Miller:
Analisis teoritis tentang
proses-proses yang terlibat
dalam pengondisian klasik suatu
respon emosional
berdasarkan rasa sakit
ST kejutan
=> r emos => SD (dorongan) => Remos
Kebiasaan
SKbel
Sebenarnya,
Miller mengajukan dalil bahwa setiap stimulus internal atau eksternal, jika
cukup kuat, mampu__ membangkitkan suatu _dorongan dan memicu tindakan. Seperti
tersirat dalam pernyataan ini, dorongan-dorongan memiliki kekuatan yang
berbeda-beda, dan makin kuat dorongan itu maka makin bersemangat atau makin
tahan uji juga tingkah laku yang digerakkannya. Dalam eksperimen kita,
misalnya, kekuatan tingkah laku emosionalnya yang dapat diamati yang terjadi
dalam diri para subjek sebagai respon terhadap ST dan kemudian, kekuatan respon
melompati penyekat yang dipelajari dipengaruhi oleh tingkat kejutan yang
diberikan.
Mula-mula
bunyi bel listrik itu sama sekali tidak mampu membangkitkan tingkah
laku-tingkah laku emosional berkaitan dengan kejutan. Tetapi setelah bunyi bel
dan kejutan berulangkali diberikan, maka bel tersebut mendapatkan kapasitas
untuk membangkitkan remos internal serupa dengan yang aslinya ditimbulkan
oleh ST yang menyakitkan; suatu respon terkondisi (RK) telah diperoleh. Dalam
sistem Hullian yang digunakan oleh Dollard dan Miller, belajar digambarkan
sebagai pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus terkondisi (bunyi bel)
dan respon (remos) dan digambarkan dengan konsep
teoretis, kebiasaan (habit). Sebagaimana akan dibahas secara lebih rinci
sebentar lagi, Hull mengemukakan dalil bahwa supaya terbentuk kebiasaan, selain
stimulus dan respon harus terjadi secara berdekatan dalam hal waktu dan ruang,
maka respon tersebut juga harus disertai dengan perkuatan atau hadiah. Apabila
kondisi terakhir terpenuhi, maka kekuatan kebiasaan S-R akan meningkat sejalan
dengan jumlah kali stimulus dan responnya terjadi bersama-sama.
Penyajian
bunyi bel dan kejutan secara berulang-ulang pada sesi pertama percobaan kita
disertai terhindarnya subjek dari kejutan yang berfungsi sebagai pemerkuat
adalah cukup untuk membentuk kebiasaan yang relatif kuat. Segera setelah remos
yang terkondisi secara klasik terbentuk, maka penyajian bunyi belnya sendiri
tidak hanya membangkitkan remos, tetapi juga memicu rangkaian
peristiwa selanjutnya yang aslinya terkait dengan penyajian kejutan. Jadi, pola
khusus stimulasi internal SD akan dibangkitkan dan
dikombinasikan dengan bunyi bel, ia akan berperan sebagai isyarat untuk
membangkitkan tingkah laku terbuka yang sama seperti yang sebelumnya
dibangkitkan oleh kejutan. Selanjutnya, respon-respon yang bisa diamati ini
digerakkan atau digiatkan oleh sifat-sifat dorongan yang terdapat pada SD.
Karena dorongan ini dibangkitkan oleh respon yang dipelajari terhadap
stimulus yang sebelumnya netral, maka dorongan itu dikenal sebagai dorongan
yang diperoleh atau dorongan sekunder (secondary drive), berbeda dengan
dorongan primer (primary drive) yang dibangkitkan oleh respon-respon
terhadap stimulasi yang menyakitkan.
Untuk
membedakan rangkaian remos -----> SD
Yang dibangkitkan oleh kejutan dari rangkaian yang terkondisi secara
klasik yang dibangkitkan oleh bunyi bel, maka yang terakhir ini diberi sebutan
khusus: kecemasan atau rasa takut.
Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau
unsur-unsur yang relatif tak berubah dalam kepribadian. Secara konsisten mereka
lebih berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Tanpa
menekankan aspek-aspek struktural itu, konsep-konsep manakah yang mereka
gunakan untuk menggambarkan sifat-sifat stabil dan menetap pada individu?
Kebiasaan adalah konsep kunci dalam teori belajar yang dianut Dollard dan
Miller.
0 komentar:
Posting Komentar