Senin, 27 Januari 2014


A.   PENGERTIAN DEWASA AWAL
Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolesence-adolencere- yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan”. Akan tetapi kata adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang “berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah meyelesaikan pertumbuhannya dan dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama denga orang dewasa lainnya.[1]
Pengertian kedewasaan sebagai suatu fase dalam perkembangan dipandang oleh Wijngaarden (1963) dan Andriesen (1974) dari beberapa segi sebetulnya kurang tepat. Dewasa dalam nahasa belamda adalah “volwassen” “vol” berarti penuh dan “wassen” yang berarti tumbuh. Volwassen itu sendiri bermakna sudah tumbuh dengan penuh atau selesai tumbuh.
Kecuali jika dalam pengertian keewasaan kurang jelas dalam arti psikologi perkembangan, maka kedewasaan juga dianggap sebagai sudah mencapai perkembangan yang penuh, sudah selesai perkembangannya.[2]

B.    KONSEP MASA DEWASA AWAL
Masa dewasa awal adalah dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun. Santrock mengatakan bahwa masa dewasa awal atau dewasa dini adalah merupakan masa transisi, baik transisi secara fisik maupun transisi secara intelektual, serta transisi secara peran sosial. Masa ini ditandai pula dengan adanya perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu halus, perubahan suara, menstruasi, dan kemampuan reproduksi.[3]

C.   TEORI MASA DEWASA AWAL
1.      Teori Perkembangan Mental
Turner dan Helms mengemukakan bahwa ada dua dimensi perkembangan mental, yakni:
·         Dimensi Perkembangan Kualitatif
Pieget mengatakan bahwa remaja ataupun dewasa muda sama-sama berada pada tahap operasi formal, yang membedakan adalah bagaimana kemampuan individu dalam memecahkan suatu masalah. Hal ini berarti bahwa Pieget percaya bahwa remaja dan dewasa muda (awal) mempunyai cara pikir yang sama. Akan tetapi para pengkritik Pieget menemukan bahwa banyak anak remaja ternyata tidak menggunakan pemikiran operasional formal. Bahkan sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa baru pada masa dewasalah individu menata pemikiran operasional formal mereka. Mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja, tapi mereka menjadi sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa.
Ketika sejumlah orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis daripada remaja dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu permasalahan, banyak orang dewasa yang tidak menggunakan pemikiran operasional formal.[4]
·         Dimensi Mental Kuantitatif
Menurut Turner dan Helms (1995), biasanya untuk mengetahui kemampuan mental secara kuantitatif diperlukan suatu pengukuran yang menggunakan skala angka secara eksak atau pasti. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan sekitar tahun 1930 dan 1940, ditemukan bahwa taraf intelegensi cenderung menurun. Latar belakang penurunan ini karena perbedaan faktor pendidikan ataupun status sosial ekonomi (status of econo-social)[5]

2.      Teori Perkembangan Kognitif
Warner Schaie membagi tahap perkembangan kognitf menjadi beberapa tahap, yakni:
a.       Tahap menguasai pengetahuan dan keterampilan (acquisitive)
b.       Tahap pencapaian prestasi (achieving stage)
c.       Tahap tanggung jawab (responsibility stage)
d.       Tahap eksekutif (executive stage)
e.       Tahap reorganisasional (reorganisational stage)
f.        Tahap reintegratif (reintegrative stage)
g.       Tahap mencipta dalil-dalil hukum (legacy creating stgae)[6]

Menurut Jan Sinnnot ada empat ciri perkembangan kognitif masa post-formal berikut ini:
a.       Shifting gearsl, yakni kemampuan mengaitkan penalaran abstrak
b.       Multiple causality/multiple solutions, yakni seorang individu mampu memahami suatu masalah tidak disebabkan oleh satu faktor melainkan oleh beberapa faktor
c.       Pragmatism, yakni mampu menyadari dan memilih beberapa solusi yang terbaik dalam memecahkan suatu masalah
d.       Awareness of paradox, yakni mampu menemukan hal-hal yang bersifat paradoks.[7]

3.      Teori Perkembangan Karier
Teori perkembangan dari pemilihan karier ini berdasarkan pandangan Eli Ginzberg yangmengatakan bahwa individu melalui tiga fase pemilihan karier yakni fantasi, tentatif, dan realistik. Fase fantasi terjadi pada masa anak-anak , karena pada masa tersebut biasanya ketika anak-anak ditanya jika sudah besar mau menjadi apa jawaban mereka akan bermacam-macam dan terkesan tidak konsisten. Fase tentatif adalah fase transisi dari fase fantasi menuju pengambilan keputusan yang realistik. Sedangkan fase realistik adalah dimana individu sudah mengeksploitasi lebih luas karier yang ada, kemudian memfokuskan diri pada karier tertentu an akhirnya memilih pekerjaan tertentu dalam karier tersebut.[8]
Sementara itu, teori perkembangan karier menurut Donald Super, perkembangan pemilihan karier pekerjaan dibagi menjadi lima tahap, yaitu:
a.       Masa kristalisasi (cristalization)
b.       Spesifikasi (spesification)
c.       Implementasi (implementation)
d.       Stabilisasi (stabilization)
e.       Konsolidasi (consolidation)[9]

D.   KARAKTERISTIK MASA DEWASA AWAL
1.      Masa pengaturan
Pada generasi-generasi terdahulu berpandangan bahwa jika anak laki-laki dan wanita mencapai usia dewasa secara syah, hari-hari kebebasan mereka telah berakhir dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Ini berarti bahwa pria muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditanganinya sebagai kariernya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggung jawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
Kapan orang muda masa kini memulai hidup rumah tangga bergantung pada dua faktor. Pertama, tepat tidaknya mereka mampu menemukan pola hidup yang memenuhi kebutuhan mereka kini dan masa depan. Faktor kedua yang menentukan kemantapan pilihan seseorang bekerja tanggung jawab yang harus dipikulnya sebelum ia mulai berkarya.[10]

2.      Usia reproduktif
Usia tua (parenthood) merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa. Orang yang kawin berperan sebagai orang tua pada waktu saat ia berusia dua puluhan atau pada awal tiga puluhan, beberapa sudah menjadi kakek atau nenek sebelum masa dewasa dini berakhir.
Orang yang belum menikah hingga menyelesaikan pendidikan atau telah menuai kehidupan kariernya, tidak akan menjadi orang tua sebelum ia merasa bahwa ia mampu berkeluarga. Perasaan ini biasanya terjadi sesudah umurnya sekitar awal tiga puluhan. Dengan demikian, baginya hanyalah dasa warsa terakhir dari masa dewasa ini merupakan “usia reprodukif”. Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada tahun-tahun terakhir pada masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa ini merupakan masa reproduksi.

3.      Masa bermasalah
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi seeorang. Masalah baru dari segi utamanya berbeda dari masalah-masalah yang sudah dialami sebelumnya. Dengan menurunnya tingkat usia kedewasaan secara hukum menjadi 18 tahun pada tahun 1970, anak-anak muda telah dihadapkan pada banyak masalah dan mereka tidak siap untuk mengatasinya. Penyesuaian diri terhadap masalah-masalah masa dewasa dini ini akan menjadi lebih intensif dengan diperpendeknya masa remaja, sebab masa transisi untuk menjadi masa dewasa menjadi sangat pendek sehingga anak-anak muda hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk membuat peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Karena masalah-masalah yang harus dihadapi orang muda itu rumit dan memerlukan waktu dan energi untuk diatasi, maka berbagai penyesuaian diri tidak akan dilakukan dalam waktu bersamaan, demikian pula bentuk akhir pnyesuaiannya yidak akan diterima secara serempak. Ada banyak alasan mengapa penyesuaian diri terhadap maslah-masalah pada masa dewasa awal begitu sulit, tiga diantara alasan tersebut adalah:
*      Sedikit sekali orang muda yang mempunyai persiapan untuk mengahdapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa. Pendidikan di sekolah lanjutan dan tinggi hanya memberikan latihan kerja yang terbatas.dan hampir tidak ada sekolah atau akademi yang memberikan kursus-kursus mengenai masalah-masalah yang umum ditemui dalam perkawinan dan dalam peran sebagai orang tua.
*      Mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan serempak biasanya menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil. Oleh karena itu menyesuaiakan diri dalam dua peran secara serempak juga tidak memberikan hasil yang baik dalam upaya penyesuaian diri.
*      Orang-orang muda itu tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah mereka, tidak seperti sewaktu mereka belum dianggap sebagai dewasa. Banyak orang dewasa muda yang sangat membanggakan statusnya yang baru itu sehingga mereka segan untuk mengakui bahwa mereka tidak siap menghadai status itu. oleh sebab itu mereka tidak minta nasehat dan pertolongan untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan oleh status baru ini.[11]

4.      Masa ketegangan emosional
Sekitar awal atau pertengahan usia tiga puluhan, kebanyakan orang muda telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Apabila emosi yang menggelora yang merupakan ciri tahun-tahun awal kedewasaan masih tetap kuat pada usia tiga puluhan, maka hal ini merupakan tanda bahwa penyesuaian diri pada kehidupan orang-orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan.
Apabila ketegangan emosi terus berlanjut sampai usia tiga puluhan, hal itu umumnya nampak dalam bentuk keresahan. Keresahan utama mungkin terpusat pada pekerjaan mereka, mereka merasa bahwa mereka tidak mengalami kemajuan secepat yang mereka harapkan, atau mungkin kekhawatiran mereka berpusat pada perkawinan atau peran sebagai orang tua.[12]

5.      Masa keterasingan sosial
Banyak orang muda yang semenjak masa kanak-kanak dan remaja terbiasa tergantung pada persahabatan kelompok mereka merasa kespian sewaktu tugas-tugas mereka dalam rumah mereka atau dalam pekerjaan, memisahkan mereka dari kelompok mereka. Khususnya mereka yang paling populer selama masa sekolah dan kuliah, dan yang banyak mencurahkan waktu dalam kegiatan-kegiatan kelompok akan paling banyak menemukan kesulitan dalam penyesuaian diri pada keterasingan sosial selama masa dewasa dini.
Keterasingan diidentikkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karier, dengan demikian keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa dan mereka juga harus mencurahkan sebagian besar tenaga mereka untuk pekerjaan mereka, sehingga mereka dapat menyisihkan waktu yang sedikit untuk sosialisasi yang diperlukan untuk membinan hubungan-hubungan yang akrab. Akibatnya mereka menjadi egosentris dan ini tentunya menambah kesepian mereka.[13]

6.      Masa komitment
Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami perubahan tanggung jawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri, makka mereka menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru. Meskipun pola-pola hidup, tanggung jawab dan komitmen baru ini mungkin akan berubah juga, pola-pola ini menjadi landasan yang akan membentuk pola-pola hidup, tanggung jawab dan komitmen dikemudian hari.[14]

7.      Masa ketergantungan
Meskipun telah resmi mencapai status dewasa pada usia 18 tahun, dan status ini memberikan kebebasan untuk mendiri, banyak orang muda yang masih tergantung atau bahkan sangat tergantung pada orang-orang lain selama jangka waktu yang berbeda. Ketergantungan ini mungkin akan pada orang tua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau penuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka.
Ada orang-orang muda yang membenci ketergantungan ini, walaupun mereka menyadari bahwa hal itu perlu agar mereka memperoleh pendidikan yang diutuhkan bagi pekerjaan pilihan mereka. Ada juga orang-orang muda yang meskipun memberontak terhadap ketergantungan akibat pendidikan panjang menjadi begitu terbiasa pada ketergantungan ini sehinngga mereka meragukan kemampuan mereka untuk mandiri secara ekonomi.[15]

8.      Masa perubahan nilai
Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah karena pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda usia dan karena nilai-nilai itu kini dilihat dari kaca mata orang dewasa. Ada beberapa alasan yang menyebabkan perubahan nilai pada masa dewasa dini, diantaranya yang sangat umum adalah:
a.       Jika orang muda dewasa ingin diterima oleh anggota-anggota kelompok orang dewasa, mereka harus menerima niai-nilai kelompok ini, seperti juga sewaktu kanak-kanak dan remaja mereka harus menerima niai-nilai kelompok teman sebaya.
b.       Orang-orang muda itu segera menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai kenvensional dalam hal keyakinan-keyakinan dan perilaku seperti juga haknya dalam hal penampilan.
c.       Orang-orang muda yang menjadi orang tua tidak hanya cenderung mengubah nilai-nilai mereka lebih cepat daripada mereka yang tidak kawin atau tidak punya anak, tetapi mereka juga bergeser pada nilai-nilai yang lebih konservatif dan lebih tradisional.[16]

9.      Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
Diantara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru adalah penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi kehidupan keluarga, termasuk perceraian, keluarga berorang tua tunggal, dan berbagai pola baru di tempat pekerjaan khususnya pada unit-unit kerja yang besar dan impersonal di bidang bisnis dan industri.
Menyesuaikan diri pada suatu gaya hidup yang baru memang selalu sulit, terlebih-lebih bagi kaum muda zaman sekarang karena persiapan yang mereka terima sewaktu masih anak-anak dan di masa remaja biasanya tidak berkaitan atau bahkan tidak cocok dengan gaya-gaya hidup baru ini.[17]

10.  Masa kreatif
Bentuk kreatifitas yang akan terlihat setelah seseorang itu dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya.

E.    TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL
            Sebagian besar golongan dewasa muda telah menyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian mereka segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya. Kehidupan psikososial dewasa muda makin kompleks dibandingkan dengan masa remaja. Karena selain bekerja, mereka akan memasuki kehidpan pernikahan, membentuk keluarga baru, memelihara anak-anak, dan tetap harus memperhatikan orang tua yang makin tua.
            Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah sebagai berikut:

1.    Mencari dan menemukan calon pasangan hidup
                 Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukakn hubungan seksual denga lawan jenisnya, asalkan memnuhi persyaratan yang sah (perkawinan yang resmi). Untuk sementara waktu, dorongan biolohid tersebut mungkin akan ditahan terlebih dahulu.
                 Mereka akan beruapaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangga berikutnya. Mereka akan menentukan kriteria usia, pendidikan, pekerjaan, atau suku bangsa tertentu, sebagai persyaratan pasangan hidupnya. Setiap orang mempunyai kriteria yang berbeda-beda.

2.    Membina kehidupan rumah tangga
            Hubungan interpersonal memainkan peran yang penting dalam perkawinan yang pentingnya sama dengan hubungan persahabatan dan hubungan bsinis. Makin banyak pengalaman dalam hubungna interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh pada masa lalu, makin besar pengertian wawasan sosial yang telah mereka kembangkan. Serta semakin baik mereka menyesuaikan diri dalam hubungna perkawinan.[18]

3.    Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga
            Masa ini disebut juga dengan masa berharap kerja dimana seorang dewasa awal tidak memiliki keterampilan dalam melamar suatu jenis pekerjaan. Banyak juga orang dewasa awal yang tidak tertair dengan pekerjaan yang selama ini ditekuni oleh orang tua atau sanak keluarganya.[19]
            Orang dewasa yang mempunyai cukup pengalaman kerja dapat memperoleh kepuasan yang jauh lebih sesuai dengan pekerjaan yang dipilih daripada mereka yang kurang mempunyai pengalaman kerja.[20]

4.    Menjadi warga negara yang bertanggung jawab
                 Warga negara yang baik adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia ditengah-tengah masyarakat. Syarat-syarat untuk menjadi warga negara yang baik harus dipenuhi oleh seseorang, sesuai dengan norma sosial budaya yang berlaku di masyarakat.




[1] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:246
[2] F. J. Monk. 2006. Psikologi Perkembangan. (Yogyakarta: GANDJAH MADA UNIVERSITY). Hal:290-291
[3] Andi mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. (Surabaya: Usaha Nasional). Hal: 245
[4] Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya). Hal: 238
[5] Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya). Hal: 238
[6] Dariyo, Agus. 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. (Jakarta: PT. Grasindo). Hal: 61
[7] Dariyo, Agus. 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. (Jakarta: PT. Grasindo). Hal: 57-58
[8] Santrock, John. 1995. Perkembangan Masa Hidup Jilid II. (Jakarta: Erlangga). Hal: 94
[9] Dariyo, Agus. 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. (Jakarta: PT. Grasindo). Hal: 69
[10] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:247
[11] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:248-249
[12] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:249-250
[13] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:250
[14] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:250
[15] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:250-251
[16] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:251
[17] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal:251
[18] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal: 290-291
[19] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal: 279
[20] Elizaberh, B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. (jakarta: erlangga). Hal: 280

0 komentar:

Posting Komentar